SEJARAH PERKEMBANGAN
KEPERAWATAN DI INDONESIA
Tidak banyak literatur yang mengungkapkan
perkembangan keperawatan di Indonesia. Seperti hal perkembangan keperawatan di
dunia pada umumnya, perkembangan di Indonesia juga di pengaruhi kondisi sosial
dan ekonomi yaitu penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan Jepang
serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia
merdeka. Perkembangan keperawatan di Indonesia, pada hakikatnya dibedakan
atas masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan.
A.Keperawatan
di Masa Kuno
Masyarakat Indonesia di masa kuno beranggapan
bahwa penyakit itu disebabkan oleh perbuatan makhluk halus yang jahat.
Kepercayaan ini begitu mengakar pada masyarakat, sehingga ketika ada yang sakit
maka mereka akan pergi ke dukun untuk mendapatkan pengobatan. Pengobatan yang
dilakukan yaitu dengan menggunakan mantra-mantra dan bahan-bahan tertentu yang
tidak terbukti khasiatnya. Dari segi keperawatan, orang yang sakit hanya
dirawat oleh kaum wanita yang berlandaskan kepada naluri keibuan (mother
instinc). Tidak ada catatan yang menyebutkan kaum pria ikut serta melakukan
perawatan dengan alasan kaum pria tidak mempunyai kasih sayang yang cukup untuk
merawat orang sakit. Pada masa kuno ini, tidak ada catatan sejarah yang
menyebutkan perkembangan yang berarti dalam bidang keperawatan.
B. Keperawatan di Masa Penjajahan
Di masa penjajahan, perkembangan keperawatan di
Indonesia mengalami kemajuan. Perkembangan keperawatan banyak dipengaruhi oleh
konsep-konsep keperawatan dari Negeri Belanda. Hal ini tidak terlepas dari
peranan pemerintah Belanda yang mendirikan dinas kesehatan khusus tentara (saat
itu disebut MGD) dan dinas kesehatan rakyat (saat itu disebut BGD). Melalui
kedua dinas tersebut pemerintah Belanda merekrut perawat dari penduduk pribumi.
Perawat yang dalam bahasa Belanda disebut Velpleeger menjalankan
tugasnya sebagai perawat dengan dibantu oleh penjaga orang sakit yang disebutZieken
Opposer. Tugas penjaga orang sakit meliputi kegiatan domestik, seperti
membersihkan bangsal dan memasak, mengontrol pasien, mencegah agar pasien tidak
melarikan diri, dan menjaga pasien yang mengalami gangguan jiwa. Perawat pada
masa ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang bersifat sukarela atau yang
memilki kemampuan intelektual, melainkan dianggap sebagai pekerjaan yang hanya
pantas dilakukan oleh individu yang memiliki derajat sosial rendah, sedangkan
tugas pelayanan kesehatan sendiri dilakukan oleh seorang dokter bedah dan
pelayanan ini hanya diberikan kepada awak kapal, pegawai, dan
orang-orang Belanda.
Para perawat dan penjaga orang sakit ini
difasilitasi untuk membentuk organisasi profesi. Organisasi profesi perawat
pertama dibentuk di Surabaya pada tahun 1799, organisasi tersebut bernama Perkoempoelan
Zieken Velpleeger / Velpleester Boemi Poetra (disingkat PZVB
Boemi Poetra). Para perawat ini bekerja di Binnen Hospital di
Surabaya untuk merawat staf dan tentara Belanda.
Untuk meningkatkan kemampuan para perawat ini
agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang profesional, maka para perawat
ini melalui organisasinya diberikan semacam pendidikan dan pelatihan oleh
pemerintah Belanda. Ilmu keperawatan pada masa Belanda disebutVerpleegkunde.
Sejak saat itu banyak sekali istilah-istilah keperawatan Indonesia yang mengadopsi
bahasa Belanda. Sampai sekarang masih sering kita dengar istilah Belanda
tersebut, misalnya nierbeken (bengkok), laken (sprei), bovenlaken
(kain penutup), warm-water zak (buli-buli hangat), Iiskap (buli-buli
dingin), scheren (gunting/ cukur), dan lain-lain.
Usaha lain dari pemerintah kolonial
Belanda di bidang kesehatan pada masa ini antara lain : membentuk Dinas
Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary
Gezondherdes Diesnt dan Dinas Kesehatan Rakyat atau Burgerlijke
Gezondherds Diesnt. Pendirian rumah sakit ini
termasuk usaha Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Semarang dan
Surabaya, ternyata tidak diikuti perkembangan profesi keperwatan yang berarti
karena tujuannya semata-mata untuk kepentingan tentara Belanda.
Berbeda dengan ketika VOC berkuasa, Gubernur
Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan kesehatan rakyat.
Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”, ia melakukan
berbagai upaya memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi. Antara lain
mengadakan pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan
jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.
Setelah pemerintah kolonial Belanda kembali ke
tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan.
Di Jakarta, tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit. Salah satu diantaranya
adalah Rumah Sakit Stadverband berlokasi di Glodok-Jakarta Barat. Pada tahun
1919 rumah sakit ini dipindahkan di Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit
Cipto Mangkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan
nasional dan pendidikan nasional. Dalam kurun waktu ini (1816-1942), berdiri
pula beberapa rumah sakit swasta miliki misionaris katolik dan zending
protestan. Misalnya : RS Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat,
RS St.Carolus Selemba-Jakarta Pusat, RS St. Bromeus di Bandung dan RS Elizabeth
di Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakit di atas, didirikan sekolah
perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru perawat
tahun 1912.
Ketika kekuasaan beralih ke masa Pemerintahan
Jepang (1942-1945), keperawatan Indonesia mengalami masa
kegelapan. Bila renaisance berakibat buruk pada perkembangan keperawatan
di Inggris sehingga disebut zaman kegelapan dunia keperawatan di
Inggris, maka penjajahan Jepang merupakan zaman kegelapan dunia keperawatan di
Indonesia. Pekerjaan perawat yang pada masa Belanda dan Inggris sudah
dikerjakan oleh perawat yang telah dididik, maka pada masa Jepang tugas perawat
dilakukan oleh mereka yang tidak dididik untuk menjadi perawat. Demikian pula
pimpinan rumah sakit yang sebelumnya orang-orang Belanda kemudian di ambil alih
oleh orang-orang Jepang. Wabah penyakit menyebar di mana-mana, jumlah
orang sakit meningkat, sementara bahan-bahan yang dibutuhkan seperti balutan
dan obat-obatan dalam kondisi kekurangan.Bahkan, daun pisang dan pelepah pisang
digunakan sebagai bahan balutan.
Pendidikan keperawatan yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda terhenti. Banyak perawat yang berhenti bekerja sebagai
perawat dikarenakan ketakutan dan kecemasan. Selanjutnya tidak ada catatan
perkembangan sampai akhirnya Indonesia mendapatkan kemerdekaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar