Selasa, 11 Oktober 2011

Sejarah Perkebangan Keperawatan di Indonesia



SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA


Tidak banyak literatur yang mengungkapkan perkembangan keperawatan di Indonesia. Seperti hal perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya, perkembangan di Indonesia juga di pengaruhi kondisi sosial dan ekonomi yaitu penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan Jepang serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka. Perkembangan keperawatan di Indonesia, pada hakikatnya dibedakan atas masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan.

A.Keperawatan di Masa Kuno        
Masyarakat Indonesia di masa kuno beranggapan bahwa penyakit itu disebabkan oleh perbuatan makhluk halus yang jahat. Kepercayaan ini begitu mengakar pada masyarakat, sehingga ketika ada yang sakit maka mereka akan pergi ke dukun untuk mendapatkan pengobatan. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan mantra-mantra dan bahan-bahan tertentu yang tidak terbukti khasiatnya. Dari segi keperawatan, orang yang sakit hanya dirawat oleh kaum wanita yang berlandaskan kepada naluri keibuan (mother instinc). Tidak ada catatan yang menyebutkan kaum pria ikut serta melakukan perawatan dengan alasan kaum pria tidak mempunyai kasih sayang yang cukup untuk merawat orang sakit. Pada masa kuno ini, tidak ada catatan sejarah yang menyebutkan perkembangan yang berarti dalam bidang keperawatan. 

B. Keperawatan di Masa Penjajahan        
Di masa penjajahan, perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemajuan. Perkembangan keperawatan banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep keperawatan dari Negeri Belanda. Hal ini tidak terlepas dari peranan pemerintah Belanda yang mendirikan dinas kesehatan khusus tentara (saat itu disebut MGD) dan dinas kesehatan rakyat (saat itu disebut BGD). Melalui kedua dinas tersebut pemerintah Belanda merekrut perawat dari penduduk pribumi.
Perawat yang dalam bahasa Belanda disebut Velpleeger menjalankan tugasnya sebagai perawat dengan dibantu oleh penjaga orang sakit yang disebutZieken Opposer. Tugas penjaga orang sakit meliputi kegiatan domestik, seperti membersihkan bangsal dan memasak, mengontrol pasien, mencegah agar pasien tidak melarikan diri, dan menjaga pasien yang mengalami gangguan jiwa. Perawat pada masa ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang bersifat sukarela atau yang memilki kemampuan intelektual, melainkan dianggap sebagai pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh individu yang memiliki derajat sosial rendah, sedangkan tugas pelayanan kesehatan sendiri dilakukan oleh seorang dokter bedah dan pelayanan ini hanya diberikan kepada awak kapal, pegawai, dan orang-orang Belanda.
Para perawat dan penjaga orang sakit ini difasilitasi untuk membentuk organisasi profesi. Organisasi profesi perawat pertama dibentuk di Surabaya pada tahun 1799, organisasi tersebut bernama Perkoempoelan Zieken Velpleeger / Velpleester Boemi Poetra (disingkat PZVB Boemi Poetra). Para perawat ini bekerja di Binnen Hospital di Surabaya untuk merawat staf dan tentara Belanda.
Untuk meningkatkan kemampuan para perawat ini agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang profesional, maka para perawat ini melalui organisasinya diberikan semacam pendidikan dan pelatihan oleh pemerintah Belanda. Ilmu keperawatan pada masa Belanda disebutVerpleegkunde. Sejak saat itu banyak sekali istilah-istilah keperawatan Indonesia yang mengadopsi bahasa Belanda. Sampai sekarang masih sering kita dengar istilah Belanda tersebut, misalnya nierbeken (bengkok), laken (sprei), bovenlaken (kain penutup), warm-water zak (buli-buli hangat), Iiskap (buli-buli dingin), scheren (gunting/ cukur), dan lain-lain.
Usaha lain dari pemerintah kolonial Belanda di bidang kesehatan pada masa ini antara lain : membentuk Dinas Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary Gezondherdes Diesnt dan Dinas Kesehatan Rakyat atau Burgerlijke Gezondherds Diesnt. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Semarang dan Surabaya, ternyata tidak diikuti perkembangan profesi keperwatan yang berarti karena tujuannya semata-mata untuk kepentingan tentara Belanda.
Berbeda dengan ketika VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”, ia melakukan berbagai upaya memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi. Antara lain mengadakan pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.
Setelah pemerintah kolonial Belanda kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Di Jakarta, tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit. Salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadverband berlokasi di Glodok-Jakarta Barat. Pada tahun 1919 rumah sakit ini dipindahkan di Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Dalam kurun waktu ini (1816-1942), berdiri pula beberapa rumah sakit swasta miliki misionaris katolik dan zending protestan. Misalnya : RS Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat, RS St.Carolus Selemba-Jakarta Pusat, RS St. Bromeus di Bandung dan RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakit di atas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru perawat tahun 1912.
Ketika kekuasaan beralih ke masa Pemerintahan Jepang (1942-1945), keperawatan Indonesia mengalami masa kegelapan. Bila renaisance berakibat buruk pada perkembangan keperawatan di Inggris sehingga disebut  zaman kegelapan dunia keperawatan di Inggris, maka penjajahan Jepang merupakan zaman kegelapan dunia keperawatan di Indonesia. Pekerjaan perawat yang pada masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang telah dididik, maka pada masa Jepang tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak dididik untuk menjadi perawat. Demikian pula pimpinan rumah sakit yang sebelumnya orang-orang Belanda kemudian di ambil alih oleh orang-orang Jepang. Wabah penyakit menyebar di mana-mana, jumlah orang sakit meningkat, sementara bahan-bahan yang dibutuhkan seperti balutan dan obat-obatan dalam kondisi kekurangan.Bahkan, daun pisang dan pelepah pisang digunakan sebagai bahan balutan.
Pendidikan keperawatan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhenti. Banyak perawat yang berhenti bekerja sebagai perawat dikarenakan ketakutan dan kecemasan. Selanjutnya tidak ada catatan perkembangan sampai akhirnya Indonesia mendapatkan kemerdekaan. 

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...