BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis
di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika
Serikat dan Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus
thypoid di seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal
setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus
thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap
tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia
3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam
enteris disebabkan oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada masyarakat
dengan standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi
secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik
dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh
anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya
adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C. Penyakit
typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan
seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan
makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk
pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan
kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran
penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus,
tetapi didalam dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus
abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka
dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
2.
Rumusan
Masalah
a. Apa
konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid ?
3.
Tujuan
a. Tujuan
umum :
Mahasiswa
dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam Thypiod serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan
b. Tujuan
khusus :
1)
Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit Demam Thypoid
4. Manfaat Penulisan
a. Mendapatkan
pengetahuan tentang penyakit Demam Thypoid
b. Mendapatkan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada psien dengan Demam Thypoid
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
ANATOMI
USUS HALUS DAN USUS BESAR
a.
Usus
halus (usus kecil)
Usus halus
atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang
(M longitidinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari
tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Duodenum (Usus dua belas jari)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari
usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat
dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum
berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas
jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk
ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
2) Jejenum (Usus Kosong)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis
pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya
berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
3) Ileum (Usus Penyerapan)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin
B12 dan garam-garam empedu.
Absorbsi
Absorbsi
makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung didalam usus halus melalui 2
saliran yaitu pembuluh darah kapiler dalam darah dan saluran limfe disebelah
dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi laktat, pembuluh darah epithelium
dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi
membran dasar dan ditutupi oleh epithelium.
Fungsi
usus halus
- Menerima zat-zat makanan yang sudah di cernah
untuk di serap melalui kapiler – kapiler darah dan saluran – saluran limfe.
- Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
- Karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
Di
dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yaitu :
-
Enterokinase , mengaktifkan enzim
proteolitik.
-
Eripsin menyempurnakan pencernaan
protein menjadi asam amino.
-
Laktase mengubah lactase manjadi monosakarida.
-
Maltose mengubah maltase menjadi
monosakarida.
-
Sukrose mengubah sukrosa manjadi
monosakarida.
a.
Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
·
Kolon
asendens (kanan)
·
Kolon
transversum
·
Kolon
desendens (kiri)
·
Kolon sigmoid (berhubungan dengan
rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air,
dan terjadilah diare.
b.
Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Fungsi
usus besar adalah:
a)
Menyerap air dan makanan
b)
Tempat tinggal bakteri koli
c)
Tempat feses
BAB
III
PEMBAHASAN
I.
KONSEP MEDIK
A.
DEFINISI
a. Demam
Tifoid (entric fever) adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Thypii, parathypii A, B, C pada
saluran pencernaan. (Suratum, 2010)
b. penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit
infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella,
biasanya mengenai saluran pencernaan (Hasan dan Atlas, 1991). Pertimbangkan
demam tifoid pada anak yang demam dengan dan memiliki salah satu tanda seperti
diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini
terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit
lain sudah disisihkan (WHO,2005).
B.
ETIOLOGI
Bakteri Salmonella
Typhi
Wujud dari
bakteri tersebut adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O
(somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella),
dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob
pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus
lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, etc.
C.
PATOFISIOLOGI
1. Kuman
masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh Salmonella
(biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam
HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella akan menembus sel-sel
epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal
dan kelejar getah bening mesenterika.
2. Jaringan
limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama
hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3. Hati
membesar (hepatomegali) dengan
infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis
fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas
vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan
saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi
usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit,
terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi
nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
D.
MANIFESTASI
KLINIK
Gejala
klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita
dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat
hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas terlama
berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi,
mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, nyeri
kepala, lesu, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan
gejala-gejala klinis seperti demam, gangguan pada saluran pencernaan seperti
napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor
(coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa
membesar, disertai nyeri pada perabaan dan terjadi gangguan kesadaran seperti
apatis sampai somnolen.
E.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1. Tubex
TF, spesifik mendeteksi Ig M antibody S thypiii 09 LPS antigen Sthypii dan
salmonella sero group D bakteri.
2. Uji
Widal : untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella Thypi
3. Pemeriksaan
darah tepi : untuk melihat tingkat leukosit dalam darah, adanya leukopenia, etc
4. Pemeriksaan
urin : untuk melihat adanya bakteri Salmonella Thypi dan leukosit
5. Pemeriksaan
feses : untuk melihat adanya lendir dan darah yang dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi
6. Pemeriksaan
sumsum tulang : untuk mendeteksi adanya makrofag
7. Serologis
: untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin)
8. Radiologi
: untuk mengetahui adanya komplikasi dari Demam Thypoid
9. Pemeriksaan SGOT
dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
F.
PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
a) Bedrest
kurang lebih 14 hari : mencegah komplikasi perdarahan usus
b) Mobilisasi
sesuai dengan kondisi
c) Posisi
tubuh harus diubah setiap 2 jam sekali untuk mencegah dekubitus
2.
Diet
Dimasa lampau, penderita
diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Beberapa peneliti
menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita.
Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun
mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari
makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran maka pemasukan makanan
harus lebih di perhatikan.
3.
Obat-obatan
Obat pilihan adalah
kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang, dosis 50-100 mg/kgBB
dibagi 4 dosis, efek sampingnya adalah Anaplastik anemia
Obat lain : -
Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis)
a) Ampisilin
b) Amoxicillin
G.
KOMPLIKASI
1. Perdarahan usus
2. Miokarditis
3. Peritonitis → biasanya
menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala
abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
4. Meningitis ensefalopati
5. Bronkopneumonia
6.
Anemia
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.
registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, TB, BB, dan tanggal masuk RS.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai
somnolen, dan gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan
nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan
atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur,
atau terkontaminasi dengan minuman.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah
menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita
demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya bersifat
fatal.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang
berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan
dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
3. Pola-pola Fungsi Keperawatan
a.
Pola
pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
b.
Pola
nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
c.
Pola
aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d.
Pola
eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e.
Pola
reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
f.
Pola
persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
g.
Pola
persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
4. Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
b. Kepala dan
leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c. Dada dan
abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
d. Sistem
respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
e. Sistem
kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
f. Sistem
integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
g. Sistem
eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
h. Sistem
muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
i.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
j.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Tujuan
:
suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria
hasil : tanda-tanda vital dalam
batas normal, turgor kulit kembali membaik.
a. Observasi
suhu tubuh
b. Berikan
pakaian yang tipis
c. Anjurkan
klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya menurun.
d. Atur
ruangan agar cukup ventilasi.
e. Berikan
kompres dingin.
f. Anjurkan
pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai anak).
g. Anjurkan
klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya menurun.
h. Kolaborasi
dengan team medis untuk pemberian obat secara mencukupi.
2. Perubahan
nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah.
Tujuan
:
Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat.
Kriteria
hasil : Nafsu makan meningkat,
Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
a. Observasi
intake output.
b. Berikan
makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak
menimbulkan gas.
c. Jika
kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang
dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak
sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang atau matang yang
direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan
susu extra.
d. Jika
kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan kalori
sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan
ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak.
e. Pasang
infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk),
seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde, disamping infus
masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah
kalori, sementara setengahnya lagi masih perinfus. Secara bertahap dengan
melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
f. Konsul
dengan ahli diet untuk menentukan kalori/kebutuhan nutrisi .
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah
baring.
Hasil
yang diharapkan :
a. Menyatakan
pemahaman situasi/faktor resiko dan program pengobatan individu.
b. Penghematan
energy : Tingkat pengelolaan energy aktif.
Intervensi
:
1.) Kaji
respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
2.) Pantau/dokumentasikan
pola istirahat pasien dan lamanya.
3.) Bantu
pasien dalam melakukan aktivitas fisik , kognitif, social dan spiritual yang
spesifik.
4.) Ubah
posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
5.) Lakukan
tindakan dengan cepat dan sesuai toleransi.
6.) Berikan
aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton tv, radio dan membaca.
7.) Ajarkan
keluarga atau orang terdekat pasien tentang tehnik perawatan diri.
8.) Dapatkan
bantuan dari keluarga dalam usaha mendukung dan mendorong pasien dalam
menyelesaikan aktivitas.
9.) Kolaborasi
dengan ahli gizi berdasar program diet yang dicanangkan.
10.)
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi.
4. Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan
:
pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya informasi.
Kriteria
hasil : klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit,
pengobatan, mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk
menerimanya dan berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan
perubahan pola hidup tertentu.
a. Tentukan
tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
b. Dorong
penggunaan tehnik relaksasi dan manajemen stress lain, mis. Visualisasi,
bimbingan imajinasi, umpan balik biologi.
c. Berikan
penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut : pasien tidak
boleh tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak, pemberian
obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit, feses dan urin harus
dibuang kedalam lubang WC dan di siram air sebanyak-banyaknya.
5. Nyeri
berhubungan dengan proses peradangan
Kriteria
hasil : - Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
- tampak rileks dan
mampu tidur dan istirahat dengan tepat.
1) Berikan posisi yang nyaman sesuai
keinginan klien.
R/:
Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
Ajarkan
tehnik nafas dalam
R/:
Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
2) Ajarkan kepada orang tua untuk
menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/:
Meningkatkan
relaksasi dan pengalihan perhatian
3) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/:
Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
6. Resti
infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi
dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi :
a. Observasi
tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infuse.
b. Awasi
batas pengunjung sesuai indikasi.
c. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
d. Bantu
irigasi dan drainase bila diindikasikan.
DISCHARGE PLANNING
1.
Penderita
harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2.
Mereka
yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3.
Lalat
perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4.
Penderita
memerlukan istirahat
5.
Diit
lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal
D dan Heru S, 2003)
6.
Berikan
informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kondisi fisik anak
7.
Jelaskan
terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8.
Menjelaskan
gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi
gejala tersebut
9.
Tekankan
untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam
tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan
800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan ditemukan hamper
sepanjang tahun.
Demam
tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak
besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting melakukan
pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama : Demam yang
berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.
B.
Saran
Dari uraian makalah yang telah
disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk selalu menjaga kebersih
lingkungan , makanan yang dikonsumsi harus higiene dan perlunya penyuluhan
kepada masyarakat tentang demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
Prince
and Willson.2005.Patofisiologi Vol. 2.Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
Muhammad
Ardiansyah.2012.Medikal Bedah.Penerbit Diva Press:Jogjakarta
Arif
Muttaqin dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal.Penerbit Salemba
Medika:Jakarta
Suddarth&Brunner.2002.Keperawatan
Medikal Bedah.Edisi 8 Vol. 2.Suzanne C. Smeltzer.Penerbit
Buku Kedokteran ECG:Jakarta
Sodikin.2011.Asuhan
Keperawatan dengan Gangguan Gastrointestinal &Hepatobilier.Penerbit Salemba
Medika.Jakarta
Doenges Marylin E.2000.Rencana Asuhan
Keperawatan.Penerbit
Buku Kedokteran EGC:Jakarta.
Judith M. Wilkinson .2006. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi Nic dan Kriteria Hasil Noc. EGC :
Jakarta.
Sylvia & Lorraine. 2005.
Patofisiologi . EGC. Jakarta
Suratun.2010.Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal.CV. Trans Info Media.Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar