Kamis, 22 Maret 2012

Stenosis Mitral & Jantung Rematik

BAB 1

1.1   KASUS

MENGAPA SENDIKU NYERI ?

Rika, anak perempuan 10 tahun, pada pagi ini tidak mau sekolah karena merasa sakit pada sendi lutut kiri, 2 hari yang lalu dirasakan juga pada siku kanan. Ayahnya, membawa Rika ke Puskesmas dan diperiksa oleh dokter. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat demam 2 minggu sebelumnya dan nyeri menelan. Rika adalah anak ke 3 dari 7 bersaudara dari keluarga kurang mampu. Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah 110/70, frekuensi nadi 94x/menit, suhu 370C, frekuensi nafas 25x/menit, tidak tampak sinosis, lutut kiri bengkak dan
hiperemis, tidak ditemukan nodul subkutan maupun eritema marginatum. Batas-batas jangtung dalam batas normal, ditemukan bising pansistolik grade 3 terjelas di apeks kordis. Untuk mendapatkan penatalaksanaan selanjutnya dokter merujuk ke Poliklinik Anak RSUP. Di RSUP diberikan terapi asetil salisilat, penisilin prokain selama 10 hari dilanjutkan dengan benzatin penisilin jangkan panjang sebagai terapi profilaksis. Apabila penyakit Rika tidak diterapi dengan baik dan teratur, dapat berlanjut menjadi gagal jantung.


                                                                                     




1.2   KATA KUNCI :
2.      Sakit pada sendi lutut kiri dan siku kanan
3.      Riwayat demam 2 minggu sebelumnya
4.      Nyeri menelan
5.      Frekuensi nafas 25x/menit
6.      Keluarga kurang mampu
7.      Lutut kiri bengkak dan hiperemis
8.      Ditemukan bising pansistolik grade 3
9.      Terapi asetil salisilat
10.  Penisilin prokain
11.  Benzatin penisilin sebagai terapi profilaksis

1.3   PEMBAHASAN KATA KUNCI :
1.      Usia anak-anak rentan terkena penyakit karena anak-anak masih kurang mampu mempertahankan kebersihan diri dan lingkungannya dan anak pada usia anak-anak system imun yang ada di dalam tubuh belum bekerja secara maksimal sehingga anak rentan terserang penyakit. Hal ini juga bisa saja ditimbulkan karena kurangnya asupan nutrisi pada anak.
2.      Rasa sakit pada sendi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
Ø  Masuknya bakteri/ virus yang menyebabkan terjadinya infeksi, terjadi pada reseptor.
Ø  Adanya pengaruh zat-zat kimia yang diekskresi selama proses inflamasi.
Ø  Disebabkan oleh kerusakan system autoimun sehingga tubuh menghasilkan zat yang menyebabkan peradangan, terutama pada sendi.
3.      Pada anak-anak, demam dapat terjadi karena daya imun pada anak-anak masih belum sepurna (belum bekerja secara maksimal) sehingga bakteri / virus mudah menyerang dan masuk ke dalam tubuh anak. Ketika bakteri / virus telah masuk ke dalam tubuh dan menyerang system imun pada anak, tubuh akan memberikan respon terhadapnya sehingga demam itu terjadi.
4.      Nyeri menelan dapat terjadi karena adanya bakteri / virus yang menginfeksi sehingga terjadi peradangan pada tenggorokan dan ketika anak menelan, akan terasa sakit / nyeri.
5.       Napas meningkat karena kurangnya suplai O2 di dalam jaringan tubuh, sehingga jantung dan paru berkontraksi lebih cepat sebagai upaya untuk memperoleh pasokan O2 yang memadai.
6.       Karena berasal dari keluarga yang tidak mampu sehingga pemenuhan nutrisi anak tidak memadai.
7.      Lutut bengkak dan hiperemis terjadi karena meningkatnya aliran darah karena adanya pelebaran pembuluh darah akibat inflamasi jaringan.
8.      Bising pansistolik : bunyi yang mengisi seluruh fase sistolik. Tidak ada gap antara bising dan bunyi jantung, biasanya berkaitan dengan aliran darah pada katub atrioventrikular.
9.      Asetil salisilat merupakan anti peradangan, menurunkan demam karena bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus, penghilang rasa sakit, biasanya diberikan pada pasien yang mengalami penyumbatan pembuluh darah.
10.  Penisilin prokain berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri dan mencegah infeksi penyakit.
11.   – Benzatin Penisilin: obat yang diberikan melalui cara penyuntikan pada otot dengan tujuan untuk memperpanjang kerja antibiotic untuk penyembuhan penyakit yang terjadi karena serangan bakteri.
-          Terapi profilaksis : terapi yang bertujuan untuk mencegah munculnya kondisi yang lebih parah akibat penyebaran infeksi.

v  Berdasarkan ciri yang dialami oleh anak dalam kasus di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak tersebut mengalami penyakit “Jantung Reumatik” dan “Stenosis Mitral”.

1.4   PERTANYAAN :
1.      Jelaskan definisi dari Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral !
2.      Jelaskan etiologi dari Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral !
3.      Jelaskan patofisiologi dari Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral !
4.      Jelaskan manifestasi klinis dari Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral !
5.      Komplikasi apa saja yang dapat timbul dari Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral ?
6.      Bagaimana penatalaksanaan medik pada penderita Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral?
7.      Sebutkan pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang dari kasus Jantung Reumatik dan Stenosis Mitral !
8.      Bagaimana konsep  asuhan keperawatan dari kasus di atas (pengkajian, perencanaan, intervensi, dan diagnosa)!

1.5   JAWABAN PERTANYAAN
v  Jawaban pertanyaan dibahas pada BAB 2 !
BAB 2

2.1     Jantung Reumatik
         2.1.1    Konsep Dasar Medis
A.  Definisi
·           Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).
·           Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengansatu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney, 2002).
·           Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali (Arif Mansjoer, 2002).
·           Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-β grup A (Sunoto Pratanu, 2000).
B.   Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus di kulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan denganinfeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
·           Faktor-faktor pada individu :
1.      Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodimonoklonal dengan status reumatikus.
2.      Jenis kelamin
 Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jeniskelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satujenis kelamin.
3.      Golongan etnik dan ras 
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demamreumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orangkulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkanmerupakan sebab yang sebenarnya.
4.      Umur 
 Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demamreumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan padaanak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atausetelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksistreptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwapenderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5.      Keadaan gizi dan lain-lain
 Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakahmerupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6.      Reaksi autoimun
 Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding selstreptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin inimendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

·           Faktor-faktor lingkungan :
1.      Keadaan sosial ekonomi yang buruk 
 Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisiuntuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yangsudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosialekonomi yang buruk, sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah denganpenghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobatianak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biayauntuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2.      Iklim dan geografi
 Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkandidaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwadaerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang didugasemula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebihtinggi daripada didataran rendah.
3.      Cuaca
 Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi salurannafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

C.       Patofisiologi
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksistreptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan.Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus HemolyticusGrup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yangpasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.

D.       Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat dibagidalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.Keluhan: Demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare, peradangan padatonsil yang disertai eksudat.
Stadium II 
 Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus denganpermulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III 
 Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat initimbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik.Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum danmenifesrasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.Gejala peradangan umum: Demam yang tinggi, lesu, anoreksia, lekas tersinggung, beratbadan menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia, rasa sakit disekitar sendi, sakitperut.
Stadium IV 
 Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpakelainan jantung/penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. 
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katupjantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapatmengalami reaktivasi penyakitnya.
E. Pathway

F.        Komplikasi
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk aritmia jantung, pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru,infark, dan kelainan katup jantung
G.      Penatalaksanaan Medis
1.    Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2.    Pemberantasan infeksi streptococcus:
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
·         Berat badan lebih dari 30 kg : 1,2 juta unit
·         Berat badan kurang dari 30 kg : 600.000 - 900.000 unit
·         Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengandosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih10 hari.
3.    Pencegahan komplikasi karditis:
·      Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahansekunder menurut The American Asosiation
·      Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangibeban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik 
·       Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04± 0,06 mg/kg BB.
4.    Mengurangi rasa sakit dan anti radang:
·      Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya.Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selamakurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
·      Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
H.       Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang
*      Pemeriksaan diagnostik 
·       Pemeriksaan laboratorium darah
·       Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
·       Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
·       Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi
*      Pemeriksaan penunjang
Pasien dengan demam rematik 80% mempunyai ASTO positif, ukuran prosesinflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.

I.       Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
·         Lakukan pengkajian fisik rutin
·         Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.
·         Observasi adanya manifestasi demam rematik.
2. Diagnosa Keperawatan
a.       Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
b.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Rencana Keperawatan
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi Rasional
·         Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
·         Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
·         Seringkali diambil strip irama EKG
·         Jamin masukan kalium yang adekuat
·         Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
·         Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi Dapat meningkatkan curah jantung
·         Untuk mencegah terjadinya toksisitas
·         Mengkaji status jantung
·         Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
b. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi Rasional
·         Kaji saat timbulnya demam
·         Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
·         Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
·         Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
·         Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
·         Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
·         Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
·         Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
Rasional :
Ø  Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
Ø  Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
Ø  Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
Ø  Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
Ø  Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Ø  Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
Ø  Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
·         Kaji faktor-faktor penyebab
·         Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
·         Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
·         Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
·         Ukur BB setiap hari
·         Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Rasional :
Ø  Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
Ø  Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
Ø  Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
Ø  Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
Ø  BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
Ø  Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
d.  Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
·         Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
·         Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
·         Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
·         Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
·         Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
·         Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami
Respon :
Ø  Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
Ø  Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
Ø  Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
Ø  Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
Ø  Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik





2.2     Stenosis Mitral
2.2.1      Konsep Dasar Medis
              A.   Definisi
Stenosis mitral merupakan penyakit pada daun katup mitral. Insiden tertinggi penyakit katup adalah pada katup mitralis, diikuti oleh katup aorta. Stenosis mitral di identifikasikan dengan adanya penebalan yang progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar 3 jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil.
Mitral stenosis adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Meningkatnya tekanan vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak dengan radiografi berupa pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.


B.   Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi darisystemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan  nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk (funnel shape).

C.    Patofisiologi
Kelainan primer stenosis mitral ialah bendungan mekanik sewaktu pengosongan atrium kiri. Potongan melintang yang normal dari anulus mitral sekitar 5 cm2, dan tanda maupun gejala stenosis mitral akan terjadi apabila ukuran ini berkurang menjadi 1 cm2 atau lebih kecil. Pada regurgitasi mitral dan penyakit katup aorta, kelainan hemodinamik primer terletak pada ventrikel kiri, tetapi pada stenosis mitral fungsi ventrikel kiri masih dapat normal. Stenosis mitral menyebabkan pengosongan atrium kiri tidak sempurna, menaikkan tekanan vena pulmonalis, hipertensi pulmo dan hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi dan kegagalan.
Fibrilasi atrium sering merupakan komplikasi stenosis mitral akibat valvulitis reumatik. Penyebab lain fibrilasi atrium ialah penyakit jantung iskemik, tirotoksikosis dan pembedahan jantung, beberapa kasus idiopatik. Kontraksi atriun yang tidak efektif akan menyebabkan stasis dan pembentukan trombus dalam atrium, ini merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya trombo-emboli yang sistemik. Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya.
Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil. Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli. Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi.
Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspidalis. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya insufisisiensi katup trikuspid semakin besar pula.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu selisih tekanan atau gradien tekanan antara dua ruangan tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih kedua tekanan itu minimal.

D.    Manifestasi Klinis
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
            Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
            Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, inefektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia
            Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi. Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:
a)      Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita menyangkalnya.
b)      Dyspneu d’effort.
c)      Paroksismal nokturnal dispnea.
d)     Aktifitas yang memicu kelelahan.
e)      Hemoptisis.
f)       Nyeri dada.
g)      Palpitasi.
 Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:
·          Sianosis perifer dan wajah.
·          Opening snap.
·          Diastolic rumble.
·          Distensi vena jugularis.
·          Respiratory distress.
·          Digital clubbing.
·          Systemic embolization.
·          Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem perifer.
            Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan pada lapangan paru.
            Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.
 Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:
·         E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya  gelombang a,
·         Berkurangnya permukaan katup mitral,
·         Berubahnya pergerakan katup posterior,
·         Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat kalsifikasi.


F.      Komplikasi
Stenosis mitral akan menyebabkan hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
G.     Penatalaksanaan Medis
Ø Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelahstrep throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.
Ø  Pengobatan
Ø  Terapi medika mentosa
Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.
Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah.
Antibiotik juga di berikan  sebelum menjalani berbagai tindakan pembedahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katub jantung.
Ø Terapi pembedahan
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katub. Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katub diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu.  Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.

H.      Pemeriksaan Penunjang
Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur jantung yang khas ketika darah mengalir/menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri.
Diagnosis biasanya diperkuat dengan pemeriksaan:
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :
Ø  Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
Ø  Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan hemodinamik
Ø  Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
b. Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium)
Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan radiologis adalah :
Ø  Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
Ø  Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
Ø  Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
c. Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).
Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis penyumbatannya. 

i.          Konsep Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
A.   Anamnesa
1)    Data Demografi
Nama, usia, jenis Kelamin, suku/ bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2)    Keluhan Utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosis dan batuk-batuk.
3)    Riwayat Penyakit Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
4)    Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit Demam rematik, SLE(Systemic Lupus Erithematosus), RA(Rhemautoid arthritis), Miksoma(tumor jinak di atrium kiri).
5)     Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya stenosis mitral.




B.    ROS (Review of System)
B1 (Breath)         : Sesak/ RR meningkat,  nada rendah di apeks dengan menggunakan bell dengan posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
B2 ( Blood )        : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa fibrilasi atrium ( denyut jantung cepat dan tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ  1 keras murmur sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur
B3  (Brain)      : nyeri dada dan abdomen
B4 ( Bladder)  : Ketidakseimbangan cairan excess, oliguri
B5 (Bowel)      : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
B6 (Bone)        : kelemahan, keringat dingin,  cepat lelah. 
C.    Pengkajian Psikososial
1)    Sesak napas berpengaruh pada interaksi
2)    Aktivitas terbatas
3)    Takut menghadapi tindakan pembedahan
4)    Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang buruk
D.    Pemeriksaan Diagnostik
1)    Elektrokardiogram. Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :
Ø  Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
Ø  Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan hemodinamik.
Ø  Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2)    Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan radiologis adalah :
Ø  Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
Ø  Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
Ø  Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3)    Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).
4)    Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
5)    Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis penyumbatannya.

2.         Diagnosis Keperawatan
1.             Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
2.             Resiko kelebihan volume cairan b.d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
3.             Pola napas tidak efektif b.d perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
4.             Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
5.             Intoleransi aktivitas b.d penurunan curah jantung ke jaringan.
6.             Nyeri akut b.d regangan atrium kiri

3.         Intervensi dan Rasional
1.    Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan             : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil:
Ø  Vital sign dalam batas yang dapat diterima
Ø  Intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-),
Ø  Nadi perifer kuat
Ø  Pasien sadar/terorientasi
Ø  Tidak ada oedem
Ø  Bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Intervensi dan rasional :
Intervensi
rasional
1.    Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).
Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2.    Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi
3.    Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema
Indikator adanya trombosis vena dalam
4.    Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis
5.    Pantau pernafasan.
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru
6.    Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltic
7.    Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ

2.      Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningkatan retensi natrium/air; peningakatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan             : Keseimbangan volume cairan
Kriteria Hasil   :
Ø  Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran
Ø  Berat badan stabil
Ø  Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Ø  Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasioanal
1.        Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negative), timbang berat badan tiap hari.
Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi deuritik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dab berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung
2.        Auskultasi bunyi nafas dan jantung.
Tambahan bunyi nafas(crackels) dapat menunjukkan timbulnya edema paru akut atau GJK kronik. Terdengarnya S3 adalah salah satu temuan klinik pertama sehubungan dengan dekompensasi. Ini mungkin sementara (gagal paru kongestif akut) atau permanen (gagal jantung luas atau kronis sehubungan penyakit katub berat)
3.        Pantau Tekanan Darah
Hipertensi umum sebagai akibat gangguan katup. Namun peninggian tekanan darah di atas normal dapat menunjukan kelebihan cairan.
4.        Jelaskan tujuan pembatasan cairan/natrium pada pasien/ orang terdekat. Libatkan dalam rencana jadwal pemasukan/pilihan diet yang tepat.
Dapat meninggkatkan kerjasama pasien. Memberikan beberapa rasa control dalam menghadapi upaya pembatasan.
5.        Kolaborasi :
Ø Berikan deuritik, contoh flurosemig (Lazix), asam etakrinik (edekrin) sesuai indikasi

Menghambat reabsorbsi natrium atau klorida yang meningkatkan ekskresi cairan dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
Ø  Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan intravena)
Dapat diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel atau edema.
Ø  Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi
Menurunkan retensi cairan.

3.      Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
Tujuan                     : dalam waktu 3x24 jam pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil           :
Ø  Klien tidak sesak napas.
Ø  Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-20x per menit.
Ø  Respon batuk berkurang.
Ø  Output urin 30ml/jam.
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1.        Auskultasi bunyi napas (crackles)
Indikasi edema paru, akibat sekunder dekompensasi jantung.
2.        Kaji adanya edema
Waspadai adanya gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
3.        Ukur intake dan output cairan
Penurunan curah jantung, mengakibatkan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urin.
4.        Timbang berat badan
Perubahan berat badan tiba-tiba menunjukan gangguan keseimbangan cairan.
5.        Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuhorang dewasa, tetapi perlu pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
6.        Kolaborasi :
Ø  Berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardio.
Ø  Berikan diuretik, contoh : furosemide, sprinolakton, hidronclakton.
Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
Ø  Pantau data laboratorium elektrolit kalium.
Hipokalemia dapat membatasi efektivitas terapi.
Ø  Tindakan pembedahan komisurotomi
Tindakan pembedahan dilakukan apabila tindakan untuk menurunkan masalah klien tidak teratasi. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau “menyobek” komisura katup mitral yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa.

4.      Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan         : pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil:
Ø  Melaporkan tidak adanya atau penurunan dyspnea
Ø  Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
Ø  Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1.        Kaji dyspnea, takipnea , tak normalnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
Mitral stenosis menyebabkan edema paru sehingga alveolus terdesak. Ini berakibat pada terganggunya difusi O2dan CO. Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernafasan.
2.        Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Perembesan darah akan terakumulasi di paru dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
3.        Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5.      Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung ke jaringan.
Tujuan         : dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil           :
Ø  Klien menunjukan peningkatan kemampuan beraktivitas/mobilisasi di tempat tidur.
Ø  Frekuensi pernapasan dalam batas normal.
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1.         Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2.         Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.
3.         Anjurkan menghindari penignkatan tekanan abdomen seperti mengejan saat defekasi
Mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vasokonstriksi yang dapat meingkatkanpreload, tahanan vaskuler sistemis, dam beban jantung.
4.         Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
5.         Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
Untuk mengurangi beban jantung.
6.         Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien.
Untuk meningkatkan aliran balik vena.
7.         Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena.
8.         Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
Untuk mengetahui aktivitas fungsi jantung.
9.         Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
10.     Pertahankan penambahan oksigen sesuai instruksi.
Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
11.     Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja napas, dan frekuensi napas, serta keluhan subjektif.
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
12.     Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium).
Mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung.

6.      Nyeri akut b.d regangan atrium kiri
Tujuan             : Nyeri menurun / hilang
Kriteria hasil   :
Ø  Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1.        Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri 0-10 untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal atau non verbal nyeri, respon otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernafasan)
Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
2.        Evaluasi respon terhadap obat
Penggunaan terapi obat dan dosis. Catat nyeri yang tidak hilang atau menurun dengan nitrat menunjukkan MVP, berhubungan dengan nyeri dada tidak khas/non angina.
3.        Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard (contoh  : kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
4.        Kolaborasi :
Berikan vasodilator, contoh : nitrogliserin, nifedipin (prokardia) sesuai indikasi

Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokard (vasodilator).

Artikel Terkait

2 komentar:

Anonim mengatakan...

KA'.. APA ADA HUBUNGANNYA SESAK NAFAS, KERINGAT DINGIN DAN CEPAT LELAH PADA PENDERITA KATUP MITRAL? KALAU BISA TOLONG BANGET KA' DIJELASIN ... :)THX

Elvin Pasunda mengatakan...

Hmm...kalo untuk stenosis mitral...tentu ada hubungannya dengan sesak napas..contohnya kan seperti pada kasus di atas, frekuensi napas dari pasien 25x/menit..itu tandanya terjadi peningkatan frekuensi pernapasan..hal itu disebabkan karena dengan adanya stenosis (penyempitan)pada katup mitral ( katup bikuspidalis) maka suplai oksigen yg mengalir ke ventrikel kiri yg selanjutnya akan dialirkan ke seluruh tubuh mengalami penurunan sehingga tubuh kekurangan oksigen. Nah karena kebutuhan tubuh akan oksigen harus terpenuhi maka jantung akan berkontraksi lebih cepat sebagai upaya untuk memompakan darah yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh...nah karena dalam berkontraksi jantung juga membutuhkan oksigen maka semakin cepat jantung berkontraksi maka semakin banyak pula jumlah oksigen yg dibutuhkan...maka paru-paru juga akan bekerja lebih keras untuk menambah jumlah pasokan oksigen yang diambil dari luar tubuh...nah karena hal itulah maka pernapasan juga akan semakin cepat sebagai upaya untuk menambah jumlah oksigen yg masuk ke dalam tubuh...
Hmmm setahuku seperti itu tapi untuk lebih jelasnya silahkan gunakan beberapa referensi sebagai sumber ^_^
Kalau untuk hubungannya dengan cepat lelah...menurutku sih itu sudah cukup jelas ya..Dalam kasus penyakit stenosis mitral...seperti di jelaskan di atas ada berbagai hal yg dilakukan tubuh sebagai mekanisme kompensasinya untuk menangani berbagai hal yg menjadi dampak penyakit tersebut..contohnya saja seperti jantung dan paru...kedua organ itu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan O2..nah tentu saja dalam hal tersebut dibutuhkan energi yg besar sehingga sebagian energi dalam tubuh akan banyak tersalurkan ke sana sehingga dalam beraktivitas energi sudah tidak maksimal jadi penderitanya akan merasa cepat lelah...
Kemudian untuk hubungannya dengan keringat dingin, menurutku juga mungkin ada hubungannya tapi maaf karena saya belum menemukan referensi yg tepat yg menjelaskan tentang hal itu...
Semoga penjelasan di atas dapat membantu ^_^
GB ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...