Senin, 04 Februari 2013

AsKep Diare


BAB I
PENDAHULUAN


A.     LATAR BELAKANG
       Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal       ( lebih dari 3 x ) serta perubahan dalam isi. Dan konsistensi.Hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan ketidaknyamanan perineal, inkontinensia, atau kombinasi dari factor – factor ini. Adanya kondisi yang meyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsimukosal, atau motilitas dapat  menimbulkan diare.
       Diare dapat bersifat akut maupun kronik, ini dapat diklasifikasikan dalam volume tinggi, volume rendah, sekresi, osmotic, atau campuan.Diare dengan volume banyak, terjadi bila terdapat lebih dari 1 liter feses cair yang dihasilkan perhari. Daire dengan volume sedikit terjadio bila terdapat kurang dari 1 liter feses  cair yang dihasilkan perhari.
       Daire dapat disebabkan oleh obat – obat5an tertentui ( penggunaan hormon tyroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida), pemberian makana perselang, gangguan metabolic, dan endokrin,  ( diabetes, Addison, tiroksikosis ). Sera psoses infeksi virus, bakteri, disentri, sigellis dan keracunan makanan.
       Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi  ( sindrom usus peka, colitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka ), sedisif spingter anal, sindrom zollinger, paralitik, dan obstruksi usus.

B.     TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari laporan ini untuk menjelaskan :
1.      Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
2.      Proses Keperawatan Pasien dengan Diare yang meliputi :
a.       Definisi
b.      Etiologi
c.       Manifestasi Klinik
d.      Pathofisiologi
e.       Komplikasi
f.        Pemeriksaan Diagnostic
g.       Pelaksanaan Medis
h.      Proses Keperawatan
i.         Discage Planing


C.      MANFAAT PENULISAN
1.     Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui penjelasan dari tujuan penulisan diatas.
2.     Mahasiswa mendapat penjelasan tambahan mengenai diare
3.     Mahasiswa mampu menjelaskan kembali mengenai perjalanan penyakit diare.


D.     SISTEMATIKA PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah :
STUDI KEPUSTAKAAN yaitu dengan mempelajari berbagai sumber berupa buku-buku yang membahas tentang penyakit Diare sesuai dengan judul karya tulis ini.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     ANATOMI FISIOLOGIS
           
Description: G:\Image474.gif
Usus halus adalah organ terpanjang dari saluran pencernaan, membentang dari bulbus duodenum hingga katup ileocecal. Fungsi dari usus halus beragam. Dua fungsi utama dari usus halus adalah sebagai penyerapan nutrisi dari lumen usus dan menjaga keseimbangan antara penyerapan dan sekresi air dan elektrolit. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. 4,5
1.     Duodenum
Panjang dari duodenum ± 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan dengan jejunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
a.       Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1
b.      Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2
c.       Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3
d.      Bagian keempat / obliq / ascending / D4
Bagian pertama (duodenal cap) bebas bergerak dan ditutupi oleh peritoneum kecuali jika terdapat ulkus duodenum. Bagian ini mempunyai cekungan mukosal longitudinal sementara bagian lain hanya cekungan transversal. Lapisan anterior dan posterior dari peritoneum yang meliputi bagian atas dari duodenal cap akan melanjutkan diri menjadi ligamentum hepatoduodenale, yang berisi Portal Triad (duktus koledokus, arteri hepatika dan vena porta). Tepi anterior dari foramen Winslowi terbentuk oleh karena adanya tepi bebas dari ligamentum ini. Tepat diatas duodenal cap terdapat kantong empedu dan hepar segmen empat. Dibawah dan dibelakang dari duodenal cap adalah caput pankreas. Piloroplasti dan reseksi  gastroduodenal menjadi lebih mudah jika pilorus dan duodenum di mobilisasikan kearah depan didalam kavum abdomen dengan manuver Kocher. Karena kedekatan duodenum superior dengan kandung empedu dapat menjelaskan adanya batu empedu yang sering secara spontan masuk kedalam duodenum melalui kolesistoduodenal fistula.  Selanjutnya peritoneum hanya melapisi bagian ventral dari duodenum sepanjang 2,5 cm berikutnya.
Bagian kedua dari duodenum adalah retroperitoneal dan terfiksir karena adanya fusi dari peritoneum visceral disebelah lateral peritoneum perietale lateral dinding abdomen. Dengan membuka peritoneum pada sisi lateral kanan (manuver Kocher), dapat memobilisasi duodenum desending sehingga dapat mencapai retroduodenal dan saluran empedu intrapankreatik. Di sebelah belakang dari bagian kedua duodenum ini terletak ginjal kanan dan struktur hilusnya, kelenjar adrenal, dan vena cava. Tepat dipertengahan duodenum, mesokolon akan melintang secara horizontal, karena bersatunya peritoneum dari arah atas dan arah bawah. Diatas dari fleksura duodenalis, duodenum bagian pertama dan duodenum bagian kedua akan membentuk sudut yang tajam dan berlanjut berkisar 7-8 cm dibawah fleksura duodenalis. Kolon tranversum akan melintang daerah tersebut di sebelah depannya. Untuk memobilisasi duodenum secara menyeluruh yang harus dilakukan adalah membuka fleksura hepatis pada sisi anteromedial kolon. Kurang lebih pertengahan dari bagian kedua duodenum dinding posteromedial adalah papila vateri, yang terdiri atas gabungan antar duktus koledokus dan duktus pankreatikus Wirsungi. Letak dari duktus pankreatikus Santorini lebih proksimal. Cabang superior pankreatikoduodenal yang berasal dari arteri gastroduodenalis, berjalan di dalam cekungan antara kaput pankreas dan duodenum bagian kedua  atau desending.
Bagian ketiga dari duodenum panjangnya sekitar 12-13 cm, berjalan horizontal ke arah kiri di depan dari aorta, vena cava inferior, columna vertebra L2 dan ureter, dan berakhir pada sebelah kiri pada vertebra L3. Radiks yeyunoileum menyilang dekat akhir  duodenum bagian ketiga. Arteri mesenterika superior berjalan kebawah diatas depan dari duodenum bagian ketiga dan masuk kedalam radiks mesenteri. Arteri pankreatikoduodenale inferior membatasi pankreas dan tepi atas dari duodenum bagian ketiga.
Bagian keempat dari duodenum berjalan kearah atas samping kiri sepanjang 2-3cm disebelah kiri dari vertebra dan membentuk sudut duodenoyeyunal pada radiks mesokolon transversal. Di sebelah kiri dari vertebra lumbal II, bagian terakhir dari duodenum menurun ke arah kiri depan dan membentuk fleksura duodenoyeyunalis. Pada daerah ini, ligamentum suspensorium duodenum (ligamentum Treitz) berawal, tersusun atas jaringan fibrous dan pita triangular, berjalan ke arah retroperitoneal, dibelakang pankreas dan vena lienalis, didepan vena renalis, dari arah kiri atau kanan dari krus diafragma. Fleksura duodenoyeyunalis dipakai sebagai landmark untuk panduan mencari obstruksi di daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari jejunum untuk dilakukan gastroyeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini dapat ditemukan dengan cara  menekan daerah dibawah mesokolon tranversal ke arah belakang sampai ke dinding  abdomen bagian belakang sementara tangan yang satu mempalpasi kearah atas melalui tepi kiri dari pada tulang belakang sampai fleksura ini ditemukan dengan tanda adanya  perabaan yang keras pada tempat fiksasinya. Gabungan antara peritoneum visceral dari pankreatikoduodenal dengan peritoneum parietal posterior yang tersisa akan menutupi semua duodenum kecuali  sebagian dari bagian pertama duodenum.  Variasi gabungan tadi ke dinding abdomen bagian belakang akan menentukan variasi dari mobilitas duodenum. Fleksura kolon kanan, bagian dari mesokolon tranversalis  yang terfiksir, hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari duodenum dapat dilihat dengan jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini, menunjukkan bahwa duodenum cukup terproteksi dengan baik dari adanya trauma, tapi kadang-kadang dapat hancur dan bahkan terputus karena adanya penekanan dengan landasan pada tulang belakang dari adanya trauma tumpul abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi oleh peritoneum. Vaskularisasai duodenum berasal dari cabang  arteri pankreatikoduodenal anterior dan posterior. Anastomosis antara arteri ini akan menghubungkan sirkulasi antara trunkus seliakus dengan arteri mesenterika superior. Arteri ini membagi aliran darahnya ke kaput pankreas, sehingga reseksi terhadap pankreas atau duodenum secara terpisah adalah satu hal yang hampir tidak mungkin dan dapat berakibat fatal. Arteri pankreatikoduodenal superior adalah cabang dari arteri gastroduodenale, dan arteri pankreatikoduodenal inferior adalah cabang dari arteri mesenterika superior. Kedua arteri ini bercabang menjadi dua dan berjalan di sebelah anterior dan posterior pada cekungan antara bagian descending dan bagian transversal duodenum  dengan kaput pankreas, kemudian beranastomosis sehingga bagian anterior dan posterior masing-masing membentuk cabang sendiri.
Vena tersusun paralel bersamaan dengan arteri pankreatikoduodenal anterior dan posterior. Anastomosis cabang posterior berakhir di atas vena porta, dibawahnya vena mesenterika superior (SMV). Vena posterosuperiorpankreatikoduodenal mungkin akan mengikuti arterinya di sebelah depan dari saluran empedu, atau mungkin berjalan di belakang saluran tadi. Vena ini akan berakhir pada tepi kiri  sebelah bawah dari SMV. Pada tempat tersebut, vena tadi akan bergabung dengan  vena yeyunalis atau dengan vena pankreatioduodenal inferior anterior. Sebagian besar aliran vena pada cabang anterior ini berasal dari  Trunkus gastrokolika atau  Henle’s trunk.
Pada saat pankreatikoduodenektomi, lokasi SMV dapat ditelusuri dari vena kolika media sampai ke hubungannya dengan SMV tepat dibawah dari collum pankreas. Kadang- kadang identifikasi SMV dapat dilakukan dengan cara insisi pada daerah avaskuler dari peritoneum sepanjang tepi bawah dari pankreas. Di sebelah atas dari pankreas, vena porta akan terekspos dengan jelas bila arteri gastroduodenal dan duktus koledokus dipisahkan. Kadang-kadang arteri hepatika aberans salah diidentifikasi dengan arteri gastroduodenal,  sehingga untuk kepentingan tersebut, sebelum dilakukan ligasi pada arteri gastroduodenal, harus dilakukakan oklusi sementara dengan klem vaskuler atau jari ahli bedah sambil mempalpasi pulsasi arteri hepatik pada hilus hati.
Pembuluh arteri  yang memperdarahi separuh bagian atas duodenum adalah arteri pancreatikoduodenalis superior yang merupakan cabang dari arteri gastroduodenalis. Separuh bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreatikoduodenalis inferior yang merupakan cabang dari arteri mesenterika superior.
Vena-vena duodenum mengalirkan darahnya ke sirkulasi portal. Vena superior bermuara langsung pada vena porta dan vena inferior bermuara pada vena mesenterika superior.
Pembuluh limfe. Aliran limfe pada duodenum umumnya berjalan bersama-sama dengan vaskularisasinya. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe keatas melalui noduli lymphatici pancreatikoduodenalis ke noduli lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke noduli lymphatici coeliacus dan ke bawah melalui noduli lymhaticipancreatico duodenalis ke noduli lymphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Karsinoma duodenum primer mungkin menyebar ke pankreas secara langsung atau melalui infiltrasi limfatik, tetapi biasanya karsinoma ini biasanya menyebar pertama kali ke limfonodus periduodenal dan hati. Nodus pada fleksura duodenalis superior serta nodul pada retroduodenal biasanya berhubungan dengan adanya metastasis karsinoma pancreas.
Innervasi. Persarafan GI tract diinervasi oleh sistem saraf otonom, yang dapat dibedakan menjadi ekstrinsik dan intrinsik (sistem saraf enterik ).  Inervasi ekstrinsik dari duodenum adalah parasimpatis yang berasal dari nervus Vagus ( anterior dan cabang  celiac ) dan simpatis yang berasal dari nervus splanikus pada ganglion celiac. Inervasi intrinsik dari plexus myenterikus Aurbach’s dan dan plexus submucosal  Meissner. Sel-sel saraf ini menginervasi terget sel seperti  sel-sel otot polos, sel-sel sekretorik dan sel- sel absorptive, dan juga sel-sel saraf tersebut berhubungan dengan reseptor-reseptor sensoris dan interdigitatif yang juga menerima inervasi dari sel-sel saraf lain yang terletak baik didalam maupun di luar plexus. Sehingga pathway dari sistim saraf enterik bisa saja multisinaptik, dan integrasi aktifitasnya dapat berlangsung menyeluruh bersamaan dengan sistim saraf enterik.
Motilitas. Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali kontraksi, dan mendorong makanan sepanjang usus kecil melalui segmentasi (kontraksi segmen pendek dengan gerakan mencampur ke depan dan belakang) dan peristaltik (migrasi aboral dari gelombang kontraksi dan bolus makanan). Kolinergik vagal bersifat eksitasi. Peptidergik vagal bersifat inhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin merangsang aktivitas muskular; sedangkan sekretin dan dihambat oleh glukagon.
2.     Pencernaan dan Absorpsi
Lemak Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang bergabung dengan garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati membran sel secara pasif dengan difusi, lalu mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu kembali ke dalam lumen dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan menggabungkannya dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron. Asam lemak kecil memasuki kapiler menuju ke vena porta. Garam empedu direasorbsi ke dalam sirkulasi enterohepatik di ileum distal. Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr hilang setiap hari, dan kumpulan ini bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.
Protein didenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis. Protease pankreas (tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase), lebih lanjut mencerna protein. Menghasilkan asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel-sel absorptif. Karbohidrat. Amilase pankreas dengan cepat mencerna karbohidrat dalam duodenum. Air dan Elektrolit. Air, cairan empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah 8-10 L/hari, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan transpor aktif. Bikarbonat diabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transpor aktif dalam duodenum, jejunum, dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara pasif.
3.     Jejunum dan Ileum
Panjang seluruh jejunum ileum adalah 6-7meter. Jejunum berada di bagian proximal dengan panjang kurang lebih 2/5 bagian, dan ileum di bagian distal dengan panjang 3/5 bagian.
Jejunum. warna lebih merah dan lebih banyak mengandung pembuluh darah, dinding lebih tebal dan diameter lebih besar, plica circularis Kerkringi lebih besar dan jumlah lebih banyak, villi intestinales lebih besar dan jumlahnya lebih banyak. Percabangan pembuluh darah kurang  kompleks. Keadaan tersebut tampak jelas perbedaannya apabila dibandingkan dengan jejunum bagian proximal dan ileum bagian distal, dimana di bagian tengah perbedaan itu kurang jelas. Mesenterium pada jejunum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan lemak extraperitoneal hanya terbatas pada pangkal pembuluh-pembuluh darah, sedangkan pada ileum jaringan lemak tersebut mengikuti panjang pembuluh darah sampai pada dinding ileum. Kurang lebih 1 meter disebelah proximal dari ujung terminal ileum terdapat divertikulum Meckeli yang merupakan sisa dari ductus omphalomesentericus, mempunyai ukuran 5cm.
Lokalisasi. Jejunum dan ileum menempati sebagian besar cavum abdominis, bahkan sampai ke dalam cavum pelvicum dan difiksasi oleh mesenterium. Mesenterium berbentuk kipas dengan bagian yang terlebar di bagian tengah sebesar 20cm, melekat pada dinding dorsal abdomen dan tempat melekatnya disebut radix mesenterii. Panjang radix mesenteri kira-kira 15cm, terletak miring dari cranial kiri ke kaudal kanan, dimulai dari flexura duodeno jejenalis ( setinggi corpus vertebra lumbalis II) sampai setinggi articulation sacroiliaca dextra. Oleh karena jejuno ileum bentuknya lebih panjang dari radix mesenteri , maka jejuno ileum terletak berkelok-kelok, sangat mobile dan mudah bergerak. Didalam mesenterium terdapat cabang –cabang dari arteri mesenterica superior, serabut saraf, limphonodus, pembuluh lymphe dan jaringan lemak. Radix mesenteri menyilang disebelah ventral pars horizontalis duodeni, corpus vertebra lumbalis III, dan ureter dextra.

4.     Lapisan – Lapisan Usus Halus
a.       Mukosa (sebelah dalam)
Lapisan ini banyak memiliki lipatan yang membentuk plika sirkulasi dan vili interstinal ( jonjot-jonjot ) yang selalu bergerak karena pengaruh hormone vili kinin. Vili ini mengandung pembuluh darah dan limfe, selain itu juga terjadi penyerapan lemak yang telah di emulsi.
b.      Tunika propia
Pada bagian ini dalam tunika mukosa terdapat jaringan limfoid nodul limpatisi secara berkelompok ±20 noduli limpatisi. Kumpulan inidisebut plaque payeri yang merupakan tanda khas dari ileum.
c.       Tunika submukosa
Pada lapisan ini terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf simpatis
d.      Tunika muskularis
Lapisan ini terdiri atas 2 lapisan otot sirkular dan otot longitudinal, diantara keduanya terdapat anyaman serabut saraf fleksus  mensentrerikus anerbachi.


5.     FUNGSI
a.       Menyempurnakan proses pencernaan makanan
b.      Menyerap hasil pencernaan
c.       Mensekresi hormone yang membantu mengontrol sekresi empedu, cairan pancreas dan sekresi hormone sisanya kemudian masuk di usus besar
















BAB III
PEMBAHASAN

A.     KONSEP MEDIS
1.     DEFINISI DIARE
a.       Diare adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastroistestinal dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyanmanan abdomen. (Arif Muttaqin dan Kumala sari, 2011)
b.      Diare merupakan suatu keadaan dengan peningkatan frekuensi, konsistensi feses yang lebih cair, feses dengan kandungan air yang banyak, dan feses bisa disertai dengan darah atau lendir. (digilib.unimus.ac.id)
c.       Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3x/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200g/hari) dan konsistensi (feses cair). (Brunner & Suddarth, 2002)
d.      Diare adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen
e.       Diare adalah keadaan dimana tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feses. (Sodikin, 2011)
          Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare merupakan suatu keadaan dimana terjadi peradangan pada lambung, usus besar atau usus halus yang mengakibatkan peningkatan frekuensi konsistensi feses menjadi cair dimana terjadi kegagalan absorbsi sehingga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi.

2.     KLASIFIKASI
Diare dibagi menjadi 2 yaitu :
a.       Diare akut adalah  diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
b.      Diare Kronis adalah diare yang berlangsung paling sedikit 2 minggu:
1)     Diare osmotic
a)     Diare yang berhenti jika pemberian makanan (obat-obatan  dihentikan).
b)     Pada diare osmotik, osmolatitas tinja diare merupakan beban osmotik utama yang tidak terabsorbsi dan atau tidak diabsorbsi.
c)      Tinja mempunyai kadar Na+ rendah (< 50 mEq/l dan beda osmotiknya bertambah besar (> 160 mOsm/L).
d)     Dapat disebabkan oleh malabsorbsi makanan, kekurangan kalori protein, bayi berat badan lahir  rendah dan bayi baru lahir.
e)     Kelainan-kelainan yang menyebabkan  diare osmotik kronis dapat diklasifikasi dari mekanisme patofisiologinya, umur pada saat mulainya/pola tampilannya.
2)     Diare sekretorik
a)     Diare yang menetap walaupun penderita dipuasakan.
b)     Diare sekretorik jarang dan merupakan kelainan pada bayi.
c)      Frekuensi BAB > 5x/24 jam, encer, volumenya banyak.
d)     Tinja mempunyai kadar Na+ tinggi (> 90 mEq/L) dan perbedaan osmotiknya < 20 mOsm/L.
          Dari klasifikasi diatas dapat ditentukan derajat dehidrasi sebagai berikut :
Yang dinilai
A
(Tanpa dehidrasi)
B
(Dehidrasi Tak Berat)
C
(Dehidrasi Berat)
    I. Riwayat
       ☼ Diare
       ☼ Muntah
       ☼ Rasa haus



       ☼ Air kemih

< 4 x/hari cair
sedikit / tidak
minum biasa tidak haus


normal

4-10 x/hari cair
beberapa kali
haus sekali, rakus ingin minum banyak


sedikit gelap

> 10 x/hari cair
sangat sering
tidak dapat minum



tidak ada dalam 6 jam
  II. Periksa
      ☼ Keadaan 
            umum

      ☼ Air mata
      ☼ Mata
      ☼ Mulut/lidah
      ☼ Nafas

sehat, aktif


ada
normal
basah
normal

tampak sakit, mengan-tuk,lesu, rewel, gelisah

tidak ada
cekung *
kering **
agak cepat

sangat mengantuk, le-mah, letargi, tidak sa-dar / koma
tidak ada
kering, sangat cekung
sangat kering
cepat dan dalam
III. Raba
      ☼ Kulit (dicubit)
      ☼ Denyut nadi

      ☼ Ubun-ubun

kembali cepat
normal

normal

kembali lambat***
agak cepat

cekung

kembali sangat lambat
sangat cepat, lemah ti-dak teraba
sangat cekung
IV Kehilangan
      ☼ Berat Badan
      ☼ Cairan

< 40 g/KgBB
< 5% BB

40-100g/KgBB
5-10 % BB

>100 g/KgBB
> 10 % BB


3.     ETIOLOGI
a.       Inveksi Virus berkisar 50-70% dari kejadian gastroenteritis
   Norovirus atau Norwalk virus merupakan penyebab utama gastroenteritis viral di AS. Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air yang terkontaminasi feses norovirus. Masa inkubasi 12-48 jam dengan gejala awal mual, diare, muntah, nyeri kepala, dan hipertermi.Agen virus lainnya yang juga menyebabkan gastroenteristis viral, meliputi Caliciviruses, Rotavirus, Adenovirus, Parvovirus, Astrovirus, Coronavirus, Pestivirus, dan Torovirus.

b.      Infeksi bakteri, berkisar 15-20% dari kejadian gastroenteritis
Berbagai agen bakteri yang masuk ke saluran gastrointestinal dapat memberikan respons peraqdangan. Pada kondisi di Indonesia dengan higienis dan sanitasi yang kurang, seperti pada musim penghujan, di mana air membawa sampah dan kotoran lainnya, juga pada waktu kemarau di mana lalat tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan air bersih kurang dan sesudah makan, meningkatkan transmisi bakteri.
Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air yang termoontaminasi feses dengan bakteri, meliputi Shigella, Salmonella, C.jejuni, Yersinia enterocolitica, E.coli, V. Cholera dll

c.       Toksisitas makanan
Kondisi toksisitas makanan bisa memberikan respons peradangan dengan manifestasi diare. Agen toksisitas bisa dihasilkan oleh toksin (S. Aureus, B. Cereus) dan postkolonisasi kuman (V.cholera, C. Perfringens, enterotoxigenic, E coli, Aeromonas)

d.      Keracunan kerang dan binatang dari laut
Beberapa makanan dari laut seperti kerang dan beberapa binatang laut yang masuk ke saluran gastrointestinal akan memberikan respon inflamasi dan memberikan manifestasi gangguan gastrointestinal.
Beberapa kondisi keracunan bahan laut dibagi menjadi :
1)     Paralytic shellfish poisoning (PSP) – Saxitoxin
2)     Neurologic shellfish poisoning (NSP) – Brevetoxin

e.       Obat-obatan
Berbagai agen obat dapat memberikan respons peradangan pada mukosa saluran gastrointestinal dan memberikan manifestasi peningkatan diare. Agen obat yang berhubungan peradangan gastrointestinal, meliputi hal-hal berikut :
1)     Antibiotik, berhubungan dengan perubahan flora normal.
2)     Laksatif, termasuk magnesium yang ada di dalam antasida

f.        Makanan dan minuman
Pada kondisi kekurangan zat gizi, kelaparan (perut kosong) apalagi bila perut kosong dalam waktu yang cukup lama, kemudiaan diisi dengan makanan dan minuman dalam jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama mkanan yang berlemak, terlalu manis, banyak serat, atau dapat juga karena kekurangan zat putih telur akan meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi peradangan.


4.     KOMPLIKASI
a.    Berdasarkan kehilangan cairan dan elektrolit atau tonisitas dalam tubuh.
1)     Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/hipertonik). Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/hipertonik). Terjadi karena kehilangan cairan dan elektrolit yang banyak dalam waktu yang singkat.
2)     Dehidrasi tonik
Tidak ada perubahan konsistensi elektrolit darah, tonus dan osmolality cairan ekstra sel yang sisa sama dengan vontanela normal, frekuensi jantung normal kadar natrium dalam serumant 130-150 mEq/l
3)     Dehidrasi hipotonik
Tonus dan tugor mau buruk selaput lender tidak kering( lembab). Pemeriksaan laboratorium kadar ion natrium dalam serum, 131 mEq/l.
4)     Dehidrasi hipertonik
Caiaran yang keluar lebih banyak mengandung air dari pada garam, terjadi karena cairan peroral sangat kurang excessive evaporative losses misalnya, panas tinggi, hiperventilasi, misalnya bronkopenemonia, pemeriksaan laboratorium kadar ion natrium dalam serum > 150 mEq/l
b.      Berdasarkan Derajatnya.
1)     Dehidrasi ringan
Berat badan< 5 %, haus meningkat, membran mukosa sedikit kering, tekanan jadi normal, hanya ada ekstremitas perfusi, mata sedikit cekung, fontanela normal, tugor masih baik, status mental normal.
2)     Dehidrasi sedang
Berat badan turun 5-10%, keadaan umum gelisah, haus meningkat, tugor turun, frekuensi janting meningkat, membran mukosa kering, merah, kadang sianosis, mata cekung, tekanan nadi mengecil, dan frekuesi keluar urin mengurang, kembalinya kapiler lambat,setatus mental normal sampai lesu.
3)     Dehidrasi berat
Berat badan turun 5-10%, keadaan umum gelisah sampai apatis, bibir kering, merah, kadang sianosis, tugor kulit jelek, mata dan fontanela cekung, tekanan nadi mengecil, dan frekuesi keluar urin tidak ada, nafas frekuesi tachikardi, ekstremitas dingin, haus meningkat
c.       Hiponatremia
Terjadi pada penderita diare yang minum sedikit cairan / tidak mengandung Na. Penderita gizi buruk mempunyai kecenderungan mengalami hiponatremia.
d.      Demam
Demam sering terjdi pada infeksi Shigella disertai dan rota virus. Pada demam umumnya akan timbul jika penyebab diare mengadakan infasi kedalam epitel usus. Demam juga dapat juga terjadi karena dehidrasi. Demam yang terjadi akibat dehidrasi umumnya tidak tinggidan akan turun setelah mengalami hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.
e.       Asidosis Metabolic
Ditandai dengan bertambahnya asam/hilangnya basa cairan ekstra seluler. Sebagai kompensasi terjadi asidosis respirasi , yang diatandai dengan pernafasan cepat dan dalam.

f.        Hipokalemia ( sereum K,3,0 mMol/L)
Penggantian K sealama dehidrasi yang tidak cukup, maka akan terjadi kekurangan K yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan ginjal, dan aritmia jantung.
g.       Gagal ginjal
h.      Gagal Jantung
i.         Syok hipovolemik

5.     MANIFESTASI KLINIS
a.       Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses.
b.      Klien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia, dan haus.
c.       Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi setiap defekasi.
d.      Dehidrasi dan kelemahan
e.       Feses berair, bercampur lendir dan darah.
f.        Perubahan TTV seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun, serta denyut jantung cepat.
g.       Anus dan daerah sekitar lecet.
h.      BB menurun.
i.         Turgor berkurang.
j.         Mata dan ubun-ubun besar dan menjadi cekung (pada bayi).
k.       Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering




6.      PENATALAKSANAAN MEDIS
              Dasar pengobatan diare adalah:
a.       Pemberian cairan
1)     Belum ada dehidrasi
2)     Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi
3)     Dehidrasi ringan
1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB per oral (intragastrik)
selanjutnya: 125 ml/kgBB per oral (intragastrik)
4)     Dehidrasi sedang
1 jam pertama: 50-100 ml/kgBB per oral/intragastrik (sonde)
selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari ad libitum.
5)     Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
a)     1 jam pertama 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes /kgBB/menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (1 set infus 1 ml = 20 tetes).
b)      7 jam berikut: 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (1 set infus = 15 tetes) atau  4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
c)       16 jam berikut: 125 ml/kgBB per oral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau  3 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).



Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
a)     1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
b)     7 jam berikutnya : 10 ml/kgBB/jam atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/ kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
c)      16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB oralit per oral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).

Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan BB 15-25 kg
a)     1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
b)     7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
c)      16 jam : 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)

Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 g
a)      Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml = 250 ml/kgBB/24 jam.
b)      Jenis cairan: Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 ½%)
c)       Kecepatan: 4 jam pertama: 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
d)      20 jam berikutnya: 150 ml/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes)  atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).

Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg
a)      Kebutuhan cairan : 25 ml/kgBB/24  jam
b)      Jenis cairan : Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½%)
c)       Kecepatan : Saat dengan pada bayi baru lahir.
Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat.Misalnya untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg.
a)      Jenis cairan: DG aa
b)     Jumlah cairan: 250 ml/kgBB/24 jam (tabel 3.3).
c)      Kecepatan:
(1)  4 jam pertama: 60 ml/kgBB/jam atau 15 ml/kgBB/jam atau = 4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 menit)
(2)  20 jam berikutnya: 150 ml/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 tetes).
(3)  20 jam berikutnya: 190 ml/kgBB/20 jam atau 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 15  tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 )

6)     Pengobatan dietetik
Untuk anak (1 tahun dan > 1 tahun dengan BAB<7 kg, jenis makanannya:
a)     Susu (ASI dan atau formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh).
b)     Makanan ½ padat (bubur), makanan padat (nasi tim).
c)      Susu khusus sesuai dengan kelainannya misalnya tidak mengandung laktosa/asam lemak berantai sedang atau jenuh.

7)     Cairan per oral
a)     Pasien dehidrasi ringan dan sedang diberi cairan per oral yaitu NaCl dan NaHCO­3, KCl dan glukosa.
b)     Pasien diare akut dan koleri umur 6 bulan diberi Natrium 90 mEq/L.
c)       Pasien umur 6 bulan de ngan dehidrasi ringan/sedang diberi Natrium 50-60 mEq/L.
d)     Pemberian formula tidak lengkap (mengandung garam dan gula), lengkap (oralit).
8)     Cairan parenteral
Pemberian RL sesuai dengan berat/ringannya penyakit dan juga sesuai umur dan BBnya.
a)     Obat anti spasmedik  : Mebaverin / alverin, untuk nyeri    kolik abdomen
b)     Preparat minyak : Kolpermin, untuk  keluhan kembung.
c)      Anti depresan sedotif            : Amitiprin dosis rendah, untuk penderita  yangmengalami gejala depresif (mud rendah, anhedonia, sering melamun, sulit tidur). Terapi relaksasi juga bisa membantu.
d)     Pengaturan makanan            : Pasie yang menolak jenis terapi di atas, bisa dilakukan intervensi diet ( diet rendah lakrosa, diet eksklusif)   (PATRIC DARVEN 24 OKT 2004).
e)     Pengobatan akibat bakteri E. Coli: Colistin dan neomisyn.
f)       Perbaikan dehidrasi :Member cairan pengganti yang mengandung elektrolit (ion natrium, calium, chor, dn HCO3/uralif ( DR M.C widjaja, 2001).
g)     Loperamida : Untuk kurangi frekuensi defekasi pada diare vital dan akut   tanpa demam/ darah dalam tinja.
h)     Antibiotik : Kontrimakzasul dan senyawa fluorkinolon.
i)       Kemoterapeutik : Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamide, dan senyawa kinolon.
j)       Obsipansia : untuk terapi sitomatis yang dapat hentikan diare dengan cara,   Zat-zat penekan peristaltic, sehingga member lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, yakni candu dan alkoloida nya, derivate peridin dan anti kolinergika.
(1)  Adstringensia, yang menciutkan selaput lender usus, missal asam lemak (tannin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.
(2)  Adsorbensia, missal karboadsorbens yang permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasil.


k)     Resep herbal:
(1)  Resep 1    : 30 g daun jambu biji segar,potong-potong, 20 g kunyit, potong-potong, cuci bersih, rebus pada 600 cc air hingga tersisa 300 cc , kemudian saring dan minum 2x/hari
(2)  Resep 2    :15 g kulit delima kering, 10 g the kering, cuci bersih, rebus pada 600 cc air hingga tersisa 300 cc , kemudian saring dan minum 2x/hari
l)       Spasmolitika   : merupakan zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot, yang sering mengakibatkan nyeri perut pada diare (obat-obatan penting oleh tan hoan tjay dan kirana roharjo)
           
7.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan tinja :Untuk mengetahui adanya bakteri dalam tinja.
2.      Makroskopis  :Bentuk tinja dan jumlah tinja dalam sehari ± 250 mg.
3.      Mikroskopis
a.       Na dalam tinja (normal : 56-105  mEq/L)
b.      Chlocido dalam tinja (normal : 55-95 mEq/L)
c.       Kalium dalam tinja (normal : 25-26 mEq/L)
d.      HCO3 (normal : 14-31 mEq/L)
4.      pH dan kadar gula dalam tinja  dengan kertas lakmus dan label klining test bisa di duga terjadi intoleransi gula.
a.       pH normal <6
b.      gula tinja normalnya tidak terjadi gula dalam darah.

5.   AGD
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, jika terjadi alkaliosis metabolic/ asidosis respiratoric =CO2>O2
Asidosis metabolic alkalosis respiratori = CO2 <O2
6.   Pemeriksaan kadar urine dan kreatinin untuk mengetahui fool ginjal
a.       Urine normal : 20-40 mg/dl. Jika meningkat = dehidrasi
b.      Kreatinin normal : 0,5-1,5 mg/dl. Jika meningkat adanya penurunan fungsi  ginjal
7.      Pemeriksaan darah lengkap ,Meliputi : elektroda serum, kreatinin, dehidrasi
a.       Normal HB : 13-16 g/dl
b.      Hematokrit : 40-48 vol%
8.      Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman secara kuantitatif terutama pada diare kronik. enyebab yang ditemukan tidakada yang berupa mikroba tunggal baik itu shigela, crypto sporodium dan E. colienteroagregatif.Hasil pemeriksaan duodenal intubation : +++ = adanya 3kuman bakteri yang menyebabkan diare.


8.     DISCHARGE PLANNING
a.       Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping.
b.      Ajarkan bagaimana untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat
c.       Berikan makanan rendah lemak
d.      Ajarkan cara mencegah infeksi
e.       Ajarkan pada orang tua untuk memantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan gejalanya.

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
1.     PENGKAJIAN
a.       Data dasar :
1)     Identitas pasien
2)     Pekerjaan
3)     Usia
b.      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1)     Keluhan Utama :
Frekuensi Bab lebih dari 4x dengan konsistensi cair dan muntah-muntah
2)     Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 3 hari , Klien mengalami diare ada darah dan bercampur lendir.
c.       Riwayat Keperawatan
d.      Pola Nutrisi dan Metabolik
Nafsu makan berkurang, tidak mau minum, dan muntah-muntah, Berat badan menurun
e.       Pola Aktifitas
Lemah, turgor kulit kembali lambat, aktivitas sehari-hari terganggu.
f.        Pola Istirahat dan Tidur
Sulit beristirahat, gelisah, susah tidur, nyeri
g.       Pola eliminasi
BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang

2.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Ketidak seimbangan  cairan elektrolit  b.d dehidrasi
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia
c.       Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
d.      Gangguan intergritas kulit b.d seringnya defikasi.


3.     RENCANA KEPERAWATAN
Dx.1  Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan   :    Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi    
Intervensi
Rasional
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasiPantau intake dan output.
Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitive
Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan   :  Kebutuhan nutrisi  terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
Rasional
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Menurunkan kebutuhan metabolik
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut
Dx.3  : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan :     Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi
Rasional
Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri
Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen
Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping
Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit
Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis

Dx.4  :Gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit tidak teriadi

Intervensi
Rasional
Pantau tanda-tanda vital dengan sering perhatikan demam
Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma / terjadinya
infeksi yang menunjang pelambatan pemulihan luka dan meningkatkan risiko pemisahan luka
Jangan gosok area yang kemerahan atau menggosok di atas tonjolan tulang
Meminimalkan luka dan tahanan potensi terjadinya infeksi
Berikan perawatan kulit, berikan perhatian khusus pada lipatan kulit
Kelembaban/ ekskoriasi meningkatkan pertumbuhan bakteriyang ditimbulkan.
Diskusikan tentang pentingnya kebersihan area anal dan jaga agar tetap kering
Memberikan pengetahuan agar klien memperhatikan personal
Hygiene












BAB IV
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Diare adalah keadaan dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB akibat adanya gangguan pada sistem usus besar, usus halus dan lambung, dimana penyakit ini dapat mengakibatkan adanya dehidrasi.
Diare dibagi 2, yaitu : diare akut dan diare kronis. Diare akut adalah keadaan dimana terjadi kurang dari 1 minggu atau 7 hari. sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung hingga 2 minggu. Dan diare kronik dibagi menjadi 2 yaitu diare osmotik dan diare sekretorik
Tidak dapatnya usus melakukan absorbsi dengan baik yang akan mengakibatkan peningkatan peristalrik merupakan penyebab terjadinya diare.

B.     SARAN
Diare merupakan keadaan yang disebabkan karna adanya gangguan pada sistem gastrointestinal yang disebabkan karna adanya infeksi bakteri, parasit maupun virus. Karenanya diharapkan kepada orangtua maupun kita sebagai pribadi mengkonsumsi makan” sehat dan tidak tercemar, serta menjaga lingkungan sekitar tetap bersih.


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...