BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Diare
adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( lebih dari 3 x ) serta perubahan dalam
isi. Dan konsistensi.Hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan
ketidaknyamanan perineal, inkontinensia, atau kombinasi dari factor – factor
ini. Adanya kondisi yang meyebabkan perubahan pada sekresi usus,
absorbsimukosal, atau motilitas dapat
menimbulkan diare.
Diare dapat bersifat
akut maupun kronik, ini dapat diklasifikasikan dalam volume tinggi, volume
rendah, sekresi, osmotic, atau campuan.Diare dengan volume banyak, terjadi bila terdapat lebih dari 1 liter feses
cair yang dihasilkan perhari. Daire dengan volume sedikit terjadio bila
terdapat kurang dari 1 liter feses cair
yang dihasilkan perhari.
Daire dapat disebabkan oleh obat – obat5an tertentui (
penggunaan hormon tyroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi,
dan antasida), pemberian makana perselang, gangguan metabolic, dan
endokrin, ( diabetes, Addison,
tiroksikosis ). Sera psoses infeksi virus, bakteri, disentri, sigellis dan
keracunan makanan.
Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan
diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi
( sindrom usus peka, colitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit
seliaka ), sedisif spingter anal, sindrom zollinger, paralitik, dan obstruksi
usus.
B.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari laporan ini untuk menjelaskan :
1.
Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
2.
Proses Keperawatan Pasien
dengan Diare yang meliputi :
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi Klinik
d. Pathofisiologi
e. Komplikasi
f.
Pemeriksaan Diagnostic
g. Pelaksanaan
Medis
h. Proses
Keperawatan
i.
Discage
Planing
C.
MANFAAT PENULISAN
1.
Mahasiswa mampu memahami
dan mengetahui penjelasan dari tujuan penulisan diatas.
2.
Mahasiswa mendapat
penjelasan tambahan mengenai diare
3.
Mahasiswa mampu
menjelaskan kembali mengenai perjalanan penyakit diare.
D.
SISTEMATIKA PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah :
STUDI KEPUSTAKAAN yaitu dengan mempelajari berbagai sumber
berupa buku-buku yang membahas tentang penyakit Diare
sesuai dengan judul karya tulis ini.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
ANATOMI FISIOLOGIS
Usus
halus adalah organ terpanjang dari saluran pencernaan, membentang dari bulbus
duodenum hingga katup ileocecal. Fungsi dari usus halus beragam. Dua fungsi
utama dari usus halus adalah sebagai penyerapan nutrisi dari lumen usus dan
menjaga keseimbangan antara penyerapan dan sekresi air dan elektrolit. Usus halus
dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. 4,5
1.
Duodenum
Panjang dari duodenum ± 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan dengan jejunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
Panjang dari duodenum ± 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan dengan jejunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
a.
Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1
b.
Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2
c.
Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3
d.
Bagian keempat / obliq / ascending / D4
Bagian
pertama (duodenal cap) bebas bergerak dan ditutupi oleh peritoneum kecuali jika terdapat
ulkus duodenum. Bagian ini mempunyai cekungan mukosal longitudinal sementara
bagian lain hanya cekungan transversal. Lapisan anterior dan posterior dari
peritoneum yang meliputi bagian atas dari duodenal cap akan melanjutkan diri
menjadi ligamentum hepatoduodenale, yang berisi Portal Triad (duktus koledokus, arteri
hepatika dan vena porta). Tepi anterior dari foramen Winslowi terbentuk oleh
karena adanya tepi bebas dari ligamentum ini. Tepat diatas duodenal cap
terdapat kantong empedu dan hepar segmen empat. Dibawah dan dibelakang dari
duodenal cap adalah caput pankreas. Piloroplasti dan reseksi
gastroduodenal menjadi lebih mudah jika pilorus dan duodenum di mobilisasikan
kearah depan didalam kavum abdomen dengan manuver Kocher. Karena kedekatan
duodenum superior dengan kandung empedu dapat menjelaskan adanya batu empedu
yang sering secara spontan masuk kedalam duodenum melalui kolesistoduodenal
fistula. Selanjutnya peritoneum hanya melapisi bagian ventral dari
duodenum sepanjang 2,5 cm berikutnya.
Bagian
kedua dari duodenum adalah retroperitoneal dan terfiksir karena adanya fusi
dari peritoneum visceral disebelah lateral peritoneum perietale lateral dinding
abdomen. Dengan membuka peritoneum pada sisi lateral kanan (manuver Kocher),
dapat memobilisasi duodenum desending sehingga dapat mencapai retroduodenal dan
saluran empedu intrapankreatik. Di sebelah belakang dari bagian kedua duodenum
ini terletak ginjal kanan dan struktur hilusnya, kelenjar adrenal, dan vena
cava. Tepat dipertengahan duodenum, mesokolon akan melintang secara horizontal,
karena bersatunya peritoneum dari arah atas dan arah bawah. Diatas dari
fleksura duodenalis, duodenum bagian pertama dan duodenum bagian kedua akan
membentuk sudut yang tajam dan berlanjut berkisar 7-8 cm dibawah fleksura
duodenalis. Kolon tranversum akan melintang daerah tersebut di sebelah
depannya. Untuk memobilisasi duodenum secara menyeluruh yang harus dilakukan
adalah membuka fleksura hepatis pada sisi anteromedial kolon. Kurang lebih pertengahan
dari bagian kedua duodenum dinding posteromedial adalah papila vateri, yang
terdiri atas gabungan antar duktus koledokus dan duktus pankreatikus Wirsungi.
Letak dari duktus pankreatikus Santorini lebih proksimal. Cabang superior
pankreatikoduodenal yang berasal dari arteri gastroduodenalis, berjalan di
dalam cekungan antara kaput pankreas dan duodenum bagian kedua atau
desending.
Bagian
ketiga dari duodenum panjangnya sekitar 12-13 cm, berjalan horizontal ke arah
kiri di depan dari aorta, vena cava inferior, columna vertebra L2 dan ureter,
dan berakhir pada sebelah kiri pada vertebra L3. Radiks yeyunoileum menyilang
dekat akhir duodenum bagian ketiga. Arteri mesenterika superior berjalan
kebawah diatas depan dari duodenum bagian ketiga dan masuk kedalam radiks
mesenteri. Arteri pankreatikoduodenale inferior membatasi pankreas dan tepi
atas dari duodenum bagian ketiga.
Bagian
keempat dari duodenum berjalan kearah atas samping kiri sepanjang 2-3cm
disebelah kiri dari vertebra dan membentuk sudut duodenoyeyunal pada radiks
mesokolon transversal. Di sebelah kiri dari vertebra lumbal II, bagian terakhir
dari duodenum menurun ke arah kiri depan dan membentuk fleksura
duodenoyeyunalis. Pada daerah ini, ligamentum suspensorium duodenum (ligamentum
Treitz) berawal, tersusun atas jaringan fibrous dan pita triangular, berjalan
ke arah retroperitoneal, dibelakang pankreas dan vena lienalis, didepan vena
renalis, dari arah kiri atau kanan dari krus diafragma. Fleksura
duodenoyeyunalis dipakai sebagai landmark untuk panduan mencari obstruksi di
daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari jejunum untuk dilakukan
gastroyeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini dapat ditemukan dengan
cara menekan daerah dibawah mesokolon tranversal ke arah belakang sampai
ke dinding abdomen bagian belakang sementara tangan yang satu mempalpasi
kearah atas melalui tepi kiri dari pada tulang belakang sampai fleksura ini
ditemukan dengan tanda adanya perabaan yang keras pada tempat fiksasinya.
Gabungan antara peritoneum visceral dari pankreatikoduodenal dengan peritoneum
parietal posterior yang tersisa akan menutupi semua duodenum kecuali
sebagian dari bagian pertama duodenum. Variasi gabungan tadi ke dinding
abdomen bagian belakang akan menentukan variasi dari mobilitas duodenum.
Fleksura kolon kanan, bagian dari mesokolon tranversalis yang terfiksir,
hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari duodenum dapat dilihat dengan
jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini, menunjukkan bahwa duodenum cukup
terproteksi dengan baik dari adanya trauma, tapi kadang-kadang dapat hancur dan
bahkan terputus karena adanya penekanan dengan landasan pada tulang belakang
dari adanya trauma tumpul abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi
oleh peritoneum. Vaskularisasai duodenum berasal dari cabang arteri
pankreatikoduodenal anterior dan posterior. Anastomosis antara arteri ini akan
menghubungkan sirkulasi antara trunkus seliakus dengan arteri mesenterika
superior. Arteri ini membagi aliran darahnya ke kaput pankreas, sehingga reseksi
terhadap pankreas atau duodenum secara terpisah adalah satu hal yang hampir
tidak mungkin dan dapat berakibat fatal. Arteri pankreatikoduodenal superior
adalah cabang dari arteri gastroduodenale, dan arteri pankreatikoduodenal
inferior adalah cabang dari arteri mesenterika superior. Kedua arteri ini
bercabang menjadi dua dan berjalan di sebelah anterior dan posterior pada
cekungan antara bagian descending dan bagian transversal duodenum dengan
kaput pankreas, kemudian beranastomosis sehingga bagian anterior dan posterior
masing-masing membentuk cabang sendiri.
Vena
tersusun paralel bersamaan dengan arteri pankreatikoduodenal anterior dan
posterior. Anastomosis cabang posterior berakhir di atas vena porta, dibawahnya
vena mesenterika superior (SMV). Vena posterosuperiorpankreatikoduodenal
mungkin akan mengikuti arterinya di sebelah depan dari saluran empedu, atau
mungkin berjalan di belakang saluran tadi. Vena ini akan berakhir pada tepi
kiri sebelah bawah dari SMV. Pada tempat tersebut, vena tadi akan bergabung
dengan vena yeyunalis atau dengan vena pankreatioduodenal inferior
anterior. Sebagian besar aliran vena pada cabang anterior ini berasal
dari Trunkus gastrokolika atau Henle’s trunk.
Pada
saat pankreatikoduodenektomi, lokasi SMV dapat ditelusuri dari vena kolika
media sampai ke hubungannya dengan SMV tepat dibawah dari collum pankreas.
Kadang- kadang identifikasi SMV dapat dilakukan dengan cara insisi pada daerah
avaskuler dari peritoneum sepanjang tepi bawah dari pankreas. Di sebelah atas
dari pankreas, vena porta akan terekspos dengan jelas bila arteri
gastroduodenal dan duktus koledokus dipisahkan. Kadang-kadang arteri hepatika
aberans salah diidentifikasi dengan arteri gastroduodenal, sehingga untuk
kepentingan tersebut, sebelum dilakukan ligasi pada arteri gastroduodenal,
harus dilakukakan oklusi sementara dengan klem vaskuler atau jari ahli bedah
sambil mempalpasi pulsasi arteri hepatik pada hilus hati.
Pembuluh
arteri yang memperdarahi separuh bagian atas duodenum adalah arteri
pancreatikoduodenalis superior yang merupakan cabang dari arteri
gastroduodenalis. Separuh bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreatikoduodenalis inferior yang merupakan cabang dari arteri mesenterika
superior.
Vena-vena
duodenum mengalirkan darahnya ke sirkulasi portal. Vena superior bermuara
langsung pada vena porta dan vena inferior bermuara pada vena mesenterika
superior.
Pembuluh
limfe. Aliran limfe pada duodenum umumnya berjalan bersama-sama dengan
vaskularisasinya. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan
cairan limfe keatas melalui noduli lymphatici pancreatikoduodenalis ke noduli
lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke noduli lymphatici coeliacus dan ke
bawah melalui noduli lymhaticipancreatico duodenalis ke noduli lymphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Karsinoma duodenum primer
mungkin menyebar ke pankreas secara langsung atau melalui infiltrasi limfatik,
tetapi biasanya karsinoma ini biasanya menyebar pertama kali ke limfonodus
periduodenal dan hati. Nodus pada fleksura duodenalis superior serta nodul pada
retroduodenal biasanya berhubungan dengan adanya metastasis karsinoma pancreas.
Innervasi.
Persarafan
GI tract diinervasi oleh sistem saraf otonom, yang dapat dibedakan menjadi
ekstrinsik dan intrinsik (sistem saraf enterik ). Inervasi ekstrinsik
dari duodenum adalah parasimpatis yang berasal dari nervus Vagus ( anterior dan
cabang celiac ) dan simpatis yang berasal dari nervus splanikus pada
ganglion celiac. Inervasi intrinsik dari plexus myenterikus Aurbach’s dan dan
plexus submucosal Meissner. Sel-sel saraf ini menginervasi terget sel
seperti sel-sel otot polos, sel-sel sekretorik dan sel- sel absorptive,
dan juga sel-sel saraf tersebut berhubungan dengan reseptor-reseptor sensoris
dan interdigitatif yang juga menerima inervasi dari sel-sel saraf lain yang
terletak baik didalam maupun di luar plexus. Sehingga pathway dari sistim saraf
enterik bisa saja multisinaptik, dan integrasi aktifitasnya dapat berlangsung
menyeluruh bersamaan dengan sistim saraf enterik.
Motilitas.
Pengatur
pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali kontraksi, dan
mendorong makanan sepanjang usus kecil melalui segmentasi (kontraksi segmen pendek
dengan gerakan mencampur ke depan dan belakang) dan peristaltik (migrasi aboral dari
gelombang kontraksi dan bolus makanan). Kolinergik vagal bersifat eksitasi. Peptidergik vagal
bersifat inhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin merangsang aktivitas
muskular; sedangkan sekretin dan dihambat oleh glukagon.
2. Pencernaan dan
Absorpsi
Lemak
Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang bergabung dengan
garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati membran sel secara pasif
dengan difusi, lalu mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu kembali ke
dalam lumen dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian
membentuk kembali trigliserida dan menggabungkannya dengan kolesterol,
fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron. Asam lemak kecil memasuki
kapiler menuju ke vena porta. Garam empedu direasorbsi ke dalam sirkulasi
enterohepatik di ileum distal. Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr hilang setiap
hari, dan kumpulan ini bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.
Protein didenaturasi oleh
asam lambung, pepsin memulai proteolisis. Protease pankreas (tripsinogen,
diaktivasi oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase,
eksopeptidase), lebih lanjut mencerna protein. Menghasilkan asam amino dan 2-6
residu peptida. Transpor aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam
sel-sel absorptif. Karbohidrat. Amilase pankreas dengan cepat mencerna
karbohidrat dalam duodenum. Air dan Elektrolit. Air, cairan empedu, lambung, saliva,
cairan usus adalah 8-10 L/hari, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan
secara hidrostatik diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida
diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan transpor aktif. Bikarbonat
diabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transpor
aktif dalam duodenum, jejunum, dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di
absorpsi secara pasif.
3. Jejunum dan Ileum
Panjang
seluruh jejunum ileum adalah 6-7meter. Jejunum berada di bagian proximal dengan
panjang kurang lebih 2/5 bagian, dan ileum di bagian distal dengan panjang 3/5
bagian.
Jejunum. warna lebih
merah dan lebih banyak mengandung pembuluh darah, dinding lebih tebal dan
diameter lebih besar, plica circularis Kerkringi lebih besar dan jumlah lebih
banyak, villi intestinales lebih besar dan jumlahnya lebih banyak. Percabangan
pembuluh darah kurang kompleks. Keadaan tersebut tampak jelas
perbedaannya apabila dibandingkan dengan jejunum bagian proximal dan ileum
bagian distal, dimana di bagian tengah perbedaan itu kurang jelas. Mesenterium
pada jejunum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan lemak extraperitoneal
hanya terbatas pada pangkal pembuluh-pembuluh darah, sedangkan pada ileum
jaringan lemak tersebut mengikuti panjang pembuluh darah sampai pada dinding ileum.
Kurang lebih 1 meter disebelah proximal dari ujung terminal ileum terdapat divertikulum
Meckeli yang merupakan sisa dari ductus omphalomesentericus,
mempunyai ukuran 5cm.
Lokalisasi.
Jejunum
dan ileum menempati sebagian besar cavum abdominis, bahkan sampai ke dalam
cavum pelvicum dan difiksasi oleh mesenterium. Mesenterium berbentuk kipas
dengan bagian yang terlebar di bagian tengah sebesar 20cm, melekat pada dinding
dorsal abdomen dan tempat melekatnya disebut radix mesenterii. Panjang radix
mesenteri kira-kira 15cm, terletak miring dari cranial kiri ke kaudal kanan,
dimulai dari flexura duodeno jejenalis ( setinggi corpus vertebra lumbalis II)
sampai setinggi articulation sacroiliaca dextra. Oleh karena jejuno ileum
bentuknya lebih panjang dari radix mesenteri , maka jejuno ileum terletak
berkelok-kelok, sangat mobile dan mudah bergerak. Didalam mesenterium terdapat
cabang –cabang dari arteri mesenterica superior, serabut saraf, limphonodus,
pembuluh lymphe dan jaringan lemak. Radix mesenteri menyilang disebelah ventral
pars horizontalis duodeni, corpus vertebra lumbalis III, dan ureter dextra.
4.
Lapisan – Lapisan Usus Halus
a. Mukosa (sebelah dalam)
Lapisan ini banyak
memiliki lipatan yang membentuk plika sirkulasi dan vili interstinal (
jonjot-jonjot ) yang selalu bergerak karena pengaruh hormone vili kinin. Vili
ini mengandung pembuluh darah dan limfe, selain itu juga terjadi penyerapan
lemak yang telah di emulsi.
b. Tunika propia
Pada bagian ini
dalam tunika mukosa terdapat jaringan limfoid nodul limpatisi secara
berkelompok ±20 noduli limpatisi. Kumpulan inidisebut plaque payeri yang
merupakan tanda khas dari ileum.
c. Tunika submukosa
Pada lapisan ini
terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf simpatis
d. Tunika muskularis
Lapisan ini
terdiri atas 2 lapisan otot sirkular dan otot longitudinal, diantara keduanya
terdapat anyaman serabut saraf fleksus
mensentrerikus anerbachi.
5.
FUNGSI
a. Menyempurnakan proses pencernaan makanan
b. Menyerap hasil pencernaan
c. Mensekresi hormone yang membantu mengontrol sekresi empedu, cairan
pancreas dan sekresi hormone sisanya kemudian masuk di usus besar
BAB III
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1.
DEFINISI DIARE
a. Diare adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastroistestinal dengan manifestasi
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyanmanan abdomen. (Arif
Muttaqin dan Kumala sari, 2011)
b. Diare merupakan suatu keadaan dengan peningkatan frekuensi, konsistensi
feses yang lebih cair, feses dengan kandungan air yang banyak, dan feses bisa
disertai dengan darah atau lendir. (digilib.unimus.ac.id)
c. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
(lebih dari 3x/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200g/hari) dan konsistensi
(feses cair). (Brunner & Suddarth, 2002)
d. Diare adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang
disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen
e. Diare adalah keadaan dimana tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit
melalui feses. (Sodikin, 2011)
Dari
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare merupakan suatu keadaan dimana
terjadi peradangan pada lambung, usus besar atau usus halus yang mengakibatkan
peningkatan frekuensi konsistensi feses menjadi cair dimana terjadi kegagalan
absorbsi sehingga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi.
2.
KLASIFIKASI
Diare dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
b. Diare Kronis adalah diare yang berlangsung paling sedikit 2 minggu:
1) Diare osmotic
a) Diare yang berhenti jika pemberian makanan (obat-obatan dihentikan).
b) Pada diare osmotik, osmolatitas tinja diare merupakan beban osmotik utama
yang tidak terabsorbsi dan atau tidak diabsorbsi.
c) Tinja mempunyai kadar Na+ rendah (< 50 mEq/l dan beda
osmotiknya bertambah besar (> 160 mOsm/L).
d) Dapat disebabkan oleh malabsorbsi makanan, kekurangan kalori protein, bayi
berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
e) Kelainan-kelainan yang menyebabkan diare osmotik kronis dapat
diklasifikasi dari mekanisme patofisiologinya, umur pada saat mulainya/pola
tampilannya.
2)
Diare sekretorik
a)
Diare yang menetap walaupun penderita dipuasakan.
b)
Diare sekretorik jarang dan merupakan kelainan pada
bayi.
c)
Frekuensi BAB > 5x/24 jam, encer, volumenya banyak.
d)
Tinja mempunyai kadar Na+ tinggi (> 90
mEq/L) dan perbedaan osmotiknya < 20 mOsm/L.
Dari
klasifikasi diatas dapat ditentukan derajat dehidrasi sebagai berikut :
Yang
dinilai
|
A
(Tanpa
dehidrasi)
|
B
(Dehidrasi
Tak Berat)
|
C
(Dehidrasi
Berat)
|
I. Riwayat
☼ Diare
☼ Muntah
☼ Rasa haus
☼ Air kemih
|
< 4
x/hari cair
sedikit /
tidak
minum
biasa tidak haus
normal
|
4-10
x/hari cair
beberapa
kali
haus
sekali, rakus ingin minum banyak
sedikit
gelap
|
> 10
x/hari cair
sangat
sering
tidak
dapat minum
tidak ada
dalam 6 jam
|
II. Periksa
☼ Keadaan
umum
☼ Air mata
☼ Mata
☼ Mulut/lidah
☼ Nafas
|
sehat,
aktif
ada
normal
basah
normal
|
tampak
sakit, mengan-tuk,lesu, rewel, gelisah
tidak ada
cekung *
kering **
agak cepat
|
sangat
mengantuk, le-mah, letargi, tidak sa-dar / koma
tidak ada
kering,
sangat cekung
sangat
kering
cepat dan
dalam
|
III. Raba
☼ Kulit (dicubit)
☼ Denyut nadi
☼ Ubun-ubun
|
kembali
cepat
normal
normal
|
kembali
lambat***
agak cepat
cekung
|
kembali
sangat lambat
sangat
cepat, lemah ti-dak teraba
sangat
cekung
|
IV
Kehilangan
☼ Berat Badan
☼ Cairan
|
< 40
g/KgBB
< 5% BB
|
40-100g/KgBB
5-10 % BB
|
>100
g/KgBB
> 10 %
BB
|
3.
ETIOLOGI
a. Inveksi Virus berkisar 50-70% dari kejadian gastroenteritis
Norovirus atau
Norwalk virus merupakan penyebab utama gastroenteritis viral di AS. Cara
transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air yang terkontaminasi feses
norovirus. Masa inkubasi 12-48 jam dengan gejala awal mual, diare, muntah,
nyeri kepala, dan hipertermi.Agen virus lainnya yang juga menyebabkan
gastroenteristis viral, meliputi Caliciviruses, Rotavirus, Adenovirus, Parvovirus,
Astrovirus, Coronavirus, Pestivirus, dan Torovirus.
b. Infeksi bakteri, berkisar 15-20% dari kejadian gastroenteritis
Berbagai agen
bakteri yang masuk ke saluran gastrointestinal dapat memberikan respons
peraqdangan. Pada kondisi di Indonesia dengan higienis dan sanitasi yang
kurang, seperti pada musim penghujan, di mana air membawa sampah dan kotoran
lainnya, juga pada waktu kemarau di mana lalat tidak dapat dihindari apalagi
disertai tiupan angin yang cukup besar sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan
air bersih kurang dan sesudah makan, meningkatkan transmisi bakteri.
Cara transmisi
adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air yang termoontaminasi feses dengan
bakteri, meliputi Shigella, Salmonella, C.jejuni, Yersinia enterocolitica,
E.coli, V. Cholera dll
c. Toksisitas makanan
Kondisi toksisitas
makanan bisa memberikan respons peradangan dengan manifestasi diare. Agen
toksisitas bisa dihasilkan oleh toksin (S. Aureus, B. Cereus) dan
postkolonisasi kuman (V.cholera, C. Perfringens, enterotoxigenic, E coli,
Aeromonas)
d. Keracunan kerang dan binatang dari laut
Beberapa makanan
dari laut seperti kerang dan beberapa binatang laut yang masuk ke saluran
gastrointestinal akan memberikan respon inflamasi dan memberikan manifestasi
gangguan gastrointestinal.
Beberapa kondisi
keracunan bahan laut dibagi menjadi :
1) Paralytic shellfish poisoning (PSP) – Saxitoxin
2) Neurologic shellfish poisoning (NSP) – Brevetoxin
e. Obat-obatan
Berbagai agen obat
dapat memberikan respons peradangan pada mukosa saluran gastrointestinal dan
memberikan manifestasi peningkatan diare. Agen obat yang berhubungan peradangan
gastrointestinal, meliputi hal-hal berikut :
1) Antibiotik, berhubungan dengan perubahan flora normal.
2) Laksatif, termasuk magnesium yang ada di dalam antasida
f.
Makanan dan minuman
Pada kondisi
kekurangan zat gizi, kelaparan (perut kosong) apalagi bila perut kosong dalam
waktu yang cukup lama, kemudiaan diisi dengan makanan dan minuman dalam jumlah
banyak pada waktu yang bersamaan, terutama mkanan yang berlemak, terlalu manis,
banyak serat, atau dapat juga karena kekurangan zat putih telur akan
meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi peradangan.
4.
KOMPLIKASI
a. Berdasarkan kehilangan cairan dan elektrolit atau tonisitas dalam tubuh.
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/hipertonik).
Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/hipertonik). Terjadi
karena kehilangan cairan dan elektrolit yang banyak dalam waktu yang singkat.
2) Dehidrasi tonik
Tidak ada perubahan
konsistensi elektrolit darah, tonus dan osmolality cairan ekstra sel yang sisa
sama dengan vontanela normal, frekuensi jantung normal kadar natrium dalam
serumant 130-150 mEq/l
3) Dehidrasi hipotonik
Tonus dan tugor mau buruk
selaput lender tidak kering( lembab). Pemeriksaan laboratorium kadar ion
natrium dalam serum, 131 mEq/l.
4) Dehidrasi hipertonik
Caiaran yang keluar lebih
banyak mengandung air dari pada garam, terjadi karena cairan peroral sangat
kurang excessive evaporative losses misalnya, panas tinggi, hiperventilasi,
misalnya bronkopenemonia, pemeriksaan laboratorium kadar ion natrium dalam
serum > 150 mEq/l
b.
Berdasarkan Derajatnya.
1)
Dehidrasi ringan
Berat badan< 5 %, haus meningkat, membran mukosa sedikit kering, tekanan
jadi normal, hanya ada ekstremitas perfusi, mata sedikit cekung, fontanela
normal, tugor masih baik, status mental normal.
2)
Dehidrasi sedang
Berat badan turun 5-10%, keadaan umum gelisah, haus meningkat, tugor turun,
frekuensi janting meningkat, membran mukosa kering, merah, kadang sianosis,
mata cekung, tekanan nadi mengecil, dan frekuesi keluar urin mengurang,
kembalinya kapiler lambat,setatus mental normal sampai lesu.
3)
Dehidrasi berat
Berat badan turun 5-10%, keadaan umum gelisah sampai apatis, bibir kering,
merah, kadang sianosis, tugor kulit jelek, mata dan fontanela cekung, tekanan
nadi mengecil, dan frekuesi keluar urin tidak ada, nafas frekuesi tachikardi,
ekstremitas dingin, haus meningkat
c.
Hiponatremia
Terjadi pada penderita diare yang minum sedikit cairan / tidak mengandung
Na. Penderita gizi buruk mempunyai kecenderungan mengalami hiponatremia.
d.
Demam
Demam sering terjdi pada infeksi Shigella disertai dan rota virus. Pada
demam umumnya akan timbul jika penyebab diare mengadakan infasi kedalam epitel
usus. Demam juga dapat juga terjadi karena dehidrasi. Demam yang terjadi akibat
dehidrasi umumnya tidak tinggidan akan turun setelah mengalami hidrasi yang
cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.
e.
Asidosis Metabolic
Ditandai dengan bertambahnya asam/hilangnya basa cairan ekstra seluler.
Sebagai kompensasi terjadi asidosis respirasi , yang diatandai dengan
pernafasan cepat dan dalam.
f.
Hipokalemia ( sereum K,3,0 mMol/L)
Penggantian K sealama dehidrasi yang tidak cukup, maka akan terjadi
kekurangan K yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan
ginjal, dan aritmia jantung.
g.
Gagal ginjal
h.
Gagal
Jantung
i.
Syok hipovolemik
5.
MANIFESTASI KLINIS
a. Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan
cairan dalam feses.
b. Klien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus),
anoreksia, dan haus.
c. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada
anus (tenesmus), dapat terjadi setiap defekasi.
d. Dehidrasi dan kelemahan
e. Feses berair, bercampur lendir dan darah.
f.
Perubahan TTV seperti nadi dan respirasi
cepat, tekanan darah turun, serta denyut jantung cepat.
g. Anus dan daerah sekitar lecet.
h. BB menurun.
i.
Turgor berkurang.
j.
Mata dan ubun-ubun besar dan menjadi cekung (pada
bayi).
k. Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering
6. PENATALAKSANAAN
MEDIS
Dasar pengobatan diare adalah:
a.
Pemberian cairan
1)
Belum ada dehidrasi
2)
Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1
gelas tiap defekasi
3)
Dehidrasi ringan
1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB per oral (intragastrik)
selanjutnya: 125 ml/kgBB per oral (intragastrik)
4)
Dehidrasi sedang
1 jam pertama: 50-100 ml/kgBB per oral/intragastrik (sonde)
selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari ad libitum.
5)
Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
a)
1 jam pertama 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes /kgBB/menit
(set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (1 set infus 1
ml = 20 tetes).
b)
7 jam berikut: 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (1
set infus = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20
tetes).
c)
16 jam berikut: 125 ml/kgBB per oral atau
intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2
tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (set
infus 1 ml = 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
a)
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
b)
7 jam berikutnya : 10 ml/kgBB/jam atau 3
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/ kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
c)
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB oralit per oral atau
intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intravena
2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
Untuk anak
lebih dari 5 – 10 tahun dengan BB 15-25 kg
a)
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
b)
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
c)
16 jam : 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak
tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 1 ½ tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)
Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan
2-3 g
a)
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml = 250 ml/kgBB/24
jam.
b)
Jenis cairan: Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1
bagian NaHCO3 1 ½%)
c)
Kecepatan: 4 jam pertama: 25 ml/kgBB/jam atau 6
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
d)
20 jam berikutnya: 150 ml/kgBB/20 jam atau 2
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20
tetes).
Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg
a)
Kebutuhan cairan : 25 ml/kgBB/24 jam
b)
Jenis cairan : Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1
bagian NaHCO3 1 ½%)
c)
Kecepatan : Saat dengan pada bayi baru lahir.
Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi
berat.Misalnya untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg.
a) Jenis cairan: DG aa
b) Jumlah cairan: 250 ml/kgBB/24 jam (tabel 3.3).
c) Kecepatan:
(1) 4 jam pertama: 60 ml/kgBB/jam atau 15 ml/kgBB/jam atau = 4 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 menit)
(2) 20 jam berikutnya: 150 ml/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 tetes).
(3) 20 jam berikutnya: 190 ml/kgBB/20 jam atau 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 )
6)
Pengobatan dietetik
Untuk anak (1 tahun dan > 1 tahun dengan BAB<7 kg, jenis makanannya:
a)
Susu (ASI dan atau formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh).
b)
Makanan ½ padat (bubur), makanan padat (nasi tim).
c)
Susu khusus sesuai dengan kelainannya misalnya tidak
mengandung laktosa/asam lemak berantai sedang atau jenuh.
7)
Cairan per oral
a)
Pasien dehidrasi ringan dan sedang diberi cairan per
oral yaitu NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa.
b)
Pasien diare akut dan koleri umur 6 bulan diberi
Natrium 90 mEq/L.
c)
Pasien umur 6
bulan de ngan dehidrasi ringan/sedang diberi Natrium 50-60 mEq/L.
d)
Pemberian formula tidak lengkap (mengandung garam dan
gula), lengkap (oralit).
8)
Cairan parenteral
Pemberian RL sesuai dengan berat/ringannya penyakit dan juga sesuai umur
dan BBnya.
a) Obat anti spasmedik : Mebaverin /
alverin, untuk nyeri kolik abdomen
b) Preparat minyak : Kolpermin, untuk
keluhan kembung.
c) Anti depresan sedotif :
Amitiprin dosis rendah, untuk penderita
yangmengalami gejala depresif (mud rendah, anhedonia, sering melamun,
sulit tidur). Terapi relaksasi juga bisa membantu.
d) Pengaturan makanan :
Pasie yang menolak jenis terapi di atas, bisa dilakukan intervensi diet ( diet
rendah lakrosa, diet eksklusif) (PATRIC DARVEN 24 OKT 2004).
e) Pengobatan akibat bakteri E. Coli: Colistin dan neomisyn.
f) Perbaikan dehidrasi :Member cairan pengganti yang mengandung elektrolit
(ion natrium, calium, chor, dn HCO3/uralif ( DR M.C widjaja, 2001).
g) Loperamida : Untuk kurangi frekuensi defekasi pada diare vital dan
akut tanpa demam/ darah dalam tinja.
h) Antibiotik : Kontrimakzasul dan senyawa fluorkinolon.
i) Kemoterapeutik : Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab
diare, seperti antibiotika, sulfonamide, dan senyawa kinolon.
j) Obsipansia : untuk terapi sitomatis yang dapat hentikan diare dengan
cara, Zat-zat penekan peristaltic,
sehingga member lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh
mukosa usus, yakni candu dan alkoloida nya, derivate peridin dan anti
kolinergika.
(1) Adstringensia, yang menciutkan selaput lender usus, missal asam lemak
(tannin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.
(2) Adsorbensia, missal karboadsorbens yang permukaannya dapat menyerap
zat-zat beracun yang dihasil.
k) Resep herbal:
(1) Resep 1 : 30 g daun jambu biji
segar,potong-potong, 20 g kunyit, potong-potong, cuci bersih, rebus pada 600 cc
air hingga tersisa 300 cc , kemudian saring dan minum 2x/hari
(2) Resep 2 :15 g kulit delima kering,
10 g the kering, cuci bersih, rebus pada 600 cc air hingga tersisa 300 cc ,
kemudian saring dan minum 2x/hari
l) Spasmolitika : merupakan zat-zat
yang dapat melepaskan kejang-kejang otot, yang sering mengakibatkan nyeri perut
pada diare (obat-obatan penting oleh tan hoan tjay dan kirana roharjo)
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja :Untuk mengetahui adanya bakteri dalam tinja.
2. Makroskopis :Bentuk tinja dan
jumlah tinja dalam sehari ± 250 mg.
3. Mikroskopis
a. Na dalam tinja (normal : 56-105
mEq/L)
b. Chlocido dalam tinja (normal : 55-95 mEq/L)
c. Kalium dalam tinja (normal : 25-26 mEq/L)
d. HCO3 (normal : 14-31 mEq/L)
4. pH dan kadar gula dalam tinja
dengan kertas lakmus dan label klining test bisa di duga terjadi
intoleransi gula.
a. pH normal <6
b. gula tinja normalnya tidak terjadi gula dalam darah.
5. AGD
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, jika terjadi
alkaliosis metabolic/ asidosis respiratoric =CO2>O2
Asidosis metabolic alkalosis respiratori = CO2 <O2
Asidosis metabolic alkalosis respiratori = CO2 <O2
6. Pemeriksaan kadar urine dan kreatinin untuk mengetahui fool ginjal
a. Urine normal : 20-40 mg/dl. Jika meningkat = dehidrasi
b. Kreatinin normal : 0,5-1,5 mg/dl. Jika meningkat adanya penurunan
fungsi ginjal
7. Pemeriksaan darah lengkap ,Meliputi : elektroda serum, kreatinin,
dehidrasi
a. Normal HB : 13-16 g/dl
b. Hematokrit : 40-48 vol%
8. Duodenal intubation
Untuk mengetahui
kuman secara kuantitatif terutama pada diare kronik. enyebab yang ditemukan
tidakada yang berupa mikroba tunggal baik itu shigela, crypto sporodium dan E.
colienteroagregatif.Hasil pemeriksaan duodenal intubation : +++ = adanya 3kuman
bakteri yang menyebabkan diare.
8. DISCHARGE PLANNING
a.
Ajarkan
pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping.
b.
Ajarkan
bagaimana untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat
c.
Berikan
makanan rendah lemak
d.
Ajarkan
cara mencegah infeksi
e.
Ajarkan
pada orang tua untuk memantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan
gejalanya.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Data dasar :
1) Identitas pasien
2) Pekerjaan
3) Usia
b. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1)
Keluhan Utama :
Frekuensi Bab lebih dari 4x dengan konsistensi cair dan muntah-muntah
2) Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 3 hari , Klien mengalami diare ada darah dan bercampur lendir.
c. Riwayat Keperawatan
d. Pola Nutrisi dan Metabolik
Nafsu makan berkurang, tidak mau minum, dan muntah-muntah, Berat badan
menurun
e. Pola Aktifitas
Lemah, turgor kulit kembali lambat, aktivitas sehari-hari terganggu.
f.
Pola Istirahat dan Tidur
Sulit beristirahat, gelisah, susah tidur, nyeri
g.
Pola eliminasi
BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang
BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidak seimbangan cairan elektrolit b.d dehidrasi
b. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia
c. Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik,
iritasi fisura perirektal.
d. Gangguan intergritas kulit b.d seringnya defikasi.
3.
RENCANA KEPERAWATAN
Dx.1
Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Tujuan :
Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan
cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasiPantau intake dan
output.
|
Sebagai
upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.Memberikan
informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan
pengganti.
|
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil
pemeriksaan laboratorium
|
Menilai
status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
|
Kolaborasi
pelaksanaan terapi definitive
|
Pemberian
obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
|
Dx.2 : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
|
Rasional
|
Pertahankan
tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
|
Menurunkan kebutuhan metabolik
|
Pertahankan
status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian
makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
|
Pembatasan
diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan
peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera
mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
|
Bantu
pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
|
Memenuhi
kebutuhan nutrisi klien
|
Kolaborasi
pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
|
Mengistirahatkan
kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut
|
Dx.3 : Nyeri
(akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri
berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi
|
Rasional
|
Atur
posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
|
Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan
mengurangi nyeri
|
Lakukan
aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan
kompres hangat abdomen
|
Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus
perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping
|
Bersihkan
area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit
|
Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah
iritasi
|
Kolaborasi
pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
|
Analgetik sebagai agen anti nyeri dan
antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai
indikasi klinis
|
Dx.4 :Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gangguan integritas kulit tidak teriadi
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau
tanda-tanda vital dengan sering perhatikan demam
|
Mungkin
indikatif dari pembentukan hematoma / terjadinya
infeksi
yang menunjang pelambatan pemulihan luka dan meningkatkan risiko pemisahan luka
|
Jangan
gosok area yang kemerahan atau menggosok di atas tonjolan tulang
|
Meminimalkan luka dan tahanan potensi terjadinya
infeksi
|
Berikan
perawatan kulit, berikan perhatian khusus pada lipatan kulit
|
Kelembaban/
ekskoriasi meningkatkan pertumbuhan bakteriyang ditimbulkan.
|
Diskusikan
tentang pentingnya kebersihan area anal dan jaga agar tetap kering
|
Memberikan
pengetahuan agar klien memperhatikan personal
Hygiene
|
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diare adalah keadaan dimana terjadi peningkatan
frekuensi BAB akibat adanya gangguan pada sistem usus besar, usus halus dan
lambung, dimana penyakit ini dapat mengakibatkan adanya dehidrasi.
Diare dibagi 2, yaitu : diare akut dan diare
kronis. Diare akut adalah keadaan dimana terjadi kurang dari 1 minggu atau 7
hari. sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung hingga 2 minggu. Dan
diare kronik dibagi menjadi 2 yaitu diare osmotik dan diare sekretorik
Tidak dapatnya usus melakukan absorbsi dengan baik
yang akan mengakibatkan peningkatan peristalrik merupakan penyebab terjadinya
diare.
B.
SARAN
Diare merupakan keadaan yang
disebabkan karna adanya gangguan pada sistem gastrointestinal yang disebabkan
karna adanya infeksi bakteri, parasit maupun virus. Karenanya diharapkan kepada
orangtua maupun kita sebagai pribadi mengkonsumsi makan” sehat dan tidak
tercemar, serta menjaga lingkungan sekitar tetap bersih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar