BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah
abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut
abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari
obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang
terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya
isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059
kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan
7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan
Indonesia.
Ada
3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus,
ialah :
1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
2. Diagnosa
obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk
mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap
merupakan hal yang sulit.
3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti
sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya.
Untuk
dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang
sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu
tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1.Bila
penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.
2.Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3.Mencegah laparotomi negatif.
4 Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai
dengan penyebab obstruksinya
Terapi ileus
obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan
secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Menjelaskan Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Ileus
Obstruksi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan
khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah
ini agar mahasiswa dapat membuat asuhan
Pada ileus obstruksi
1.3.2 Tujuan Umum
1.
Untuk mengetahui pengertian ileus obstruksi
2. Untuk
mengetahui etiologi ileus obstruksi
3.
Untuk mengetahui patofisiologi ileus obstruksi
4.
Untuk mengetahui manifestasi ileus obstruksi
5.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik ileus obstruks
6.
Untuk mengetahui penatalaksanaan ileus obstruksi
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Ileus
Obstruktif
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
I. Konsep Dasar
Medik
A.Defenisi
a) Obstruksi
usus adalah
sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui saluran
pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
b) Obstruksi
usus adalah
gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
c) Obstruksi
usus adalah
gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina,
2001).
d) Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001).
e) Obstruksi
usus merupakan
suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
f) Ileus
obstruktif
adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang
sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
obstruksi usus adalah sumbatan
total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan
atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
B.Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Usus halus
membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus sekitar 12
kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga abdomen. Ujung
proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya
semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi
duodenum, jejunum dan ileum.
Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus
sampai jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum
treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum
Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum, Jejunum
terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid
abdominalis dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah ileum.
Masuknya kimus kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan
pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup
ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari usus besar
ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran
sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks
sekum.
Dinding
usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh
peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang
terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum.
Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang
merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung jejenum
dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang
menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera
abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang
membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan
lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas
duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale .
Usus
halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut
sirkuler. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus.
Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian
dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi
sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn
sirkuler yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang
menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan
tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta
yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm.
Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar
1 mm pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli
sama sama-menambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.
b. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan
makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam
saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh
kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang
masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pancreas yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi
empedu dari hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.
Absorbsi
adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan protein
melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh
sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun
banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat
absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak
hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium
memerlukan vitamin D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum
dengan bantuan garan-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air
diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam
ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang membutuhkan factor
intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu kedalam
duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum
terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi
entero hepatic garam empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan
empedu.
C.Etiologi
Adapun
penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu:
a. Mekanis
Terdiri dari faktor:
a) Perlengketan (Adesi)
b) Intususepesi
c) Volvulus
d) Hernia
e) Tumor
b.Fungsional
Gangguan muskular usus
D.Manifestasi klinis
a) Nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
b) distensi
berat
c) peningkatan
bising usus
d)
nyeri tekan abdomen.
e) lemah, pe
BB
f) Demam
g) BAB
keras
h) Mual,muntah,kembung,anoreksi
i)
BAB darah dan lendir
tapi tidak ada feces dan flatus
E.Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang
terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi
tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama
adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang
tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan
dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi
di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan
intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan
permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga
peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah.
Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus
sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami
nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan
toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan
menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi
abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi
peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya
retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila
hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan
dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga
darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga
terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi
dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan
asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan
menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada
ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan
pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal
sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal
untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic.
F. Komplikasi
1 CA
rektum
2 Peritonitis karena absorbsi toksin dalam
rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada
intra abdomen
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang
tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Perforasi
dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
G.Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan sinar X: akan
menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.
b) Pemeriksaan simtologi
c) Hb dan PCV: meningkat akibat
dehidrasi
d) Leukosit: normal atau sedikit
meningkat
e) Ureum dan eletrolit: ureum
meningkat, Na+ dan Cl‑ rendah
f) Rontgen toraks: diafragma meninggi
akibat distensi abdomen
g) Rontgen abdomen dalam posisi
telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)
h) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat
obstruktif.
i)
Barium enema menunjukkan kolon yang
terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.
H.Penatalaksanan
Dasar pengobatan ileus obstruksi
adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan
adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami
ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum
bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik
spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan
untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi
dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini
beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya
berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan
pada obstruksi ileus:
a)
Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b)
Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
c)
Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium l
d)
Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi
II. Konsep Dasar Keperawatan
A.Pengkajian
a.Identitas pasien
a).Nama pasien
b).Umur
c).Jenis kelamin
d).Pendidikan
e).Pekerjaan
f).Status perkawinan
g).Agama
h).Suku
i).Alamat
j).Riwayat Kesehatan Keluarga
Status kesehatan:
- Status kesehatan saat ini
- Status kesehatan masa lalu
- Riwayat penyakit keluarga
- Diagnosa medis dan terapi
b.
Pola Fungsi kesehatan
a).Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
b).Nutrisi/metabolic
c).Pola eliminasi
d).Pola aktivitas dan latihan
f).Pola tidur dan istirahat
c.
Pemeriksaan fisik
a.Keadaan umum
b.Tingkat kesadaran CCS
c.Tanda tanda vital
d.Keadaan fisik:
a).Kepala dan leher
b).Dada
c).Payudara dan ketiak
d).Abdomen
e).Genitalia
f).Integument
g).Ekstremitas
h).Pemeriksaan neurologis
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan penurunan intake cairan,mual,muntah.
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa
usus.
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
5.R
C.Rencana Keperawatan
1). Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil
:
a. Tidak ada
tanda-tanda mal nutrisi.
b. Berat badan
stabil.
c. Pasien
tidak mengalami mual muntah.
Intervensi:
a. Tinjau
faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan,
mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi
pilihan intervensi.
b. Auskultasi bising usus; palpasi
abdomen; catat pasase flatus.
Rasional: Menentukan kembalinya
peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
c. Identifikasi
kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan
vitamin C.
Rasional: Meningkatkan
kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan
jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan
terhadap infeksi.
d. Observasi
terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom
malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet,
mis: diet rendah serat.
Kolaborasi
e. Berikan
obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine).
Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah
muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan
ulserasi.
2).
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan intake cairan,mual,muntah
Tujuan: Volume cairan seimbang.
Kriteria
hasil
:
a. Klien mendapat cairan yang cukup
untuk mengganti cairan yang hilang.
b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi
yang adekuat.
Intervensi:
a. Pantau
tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD,
takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam
pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau
pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian
kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume
sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
c. Perhatikan adanya edema.
Rasional: Edema dapat terjadi kerena
perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d. Pantau
masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi
keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari
hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e. Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang
vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.
f. Observasi/catat
kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan
dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan
kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi.
Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko
ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung,
yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT
kedalam duodenum.
Kolaborasi:
g. Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk
menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang
dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada,
mis: kanker.
3). Nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa usus
Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.
Kriteria
hasil
:
a. Nyeri berkurang sampai hilang.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. TTV dalam batas normal.
d. Skala nyeri 3-0.
Intervensi:
a. Selidiki
keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual.
Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi
intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan
pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan
energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
c. Memberikan
tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas;
lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi.
Berikan aktivitas hiburan.
Rasional: Memberikan dukungan (fisik,
emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan
ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
d. Palpasi
kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien
berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai
kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat
meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen,
yang dapat membantu dalam berkemih.
Kolaborasi
e. Berikan
analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk
meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.
f.
Kateterisasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat
digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.
D.Discharge Planning
1.
Perawatan terhadap luka setelah operasi untuk mencegah terjadinya infeksi
2. Menghindari makanan yang keras
3.Istirahat yang cukup
4.
E.
Evaluasi
Bagi seluruh
pasien yang akan kembali ke rumah sebaiknya dipersiapkan dengan baik melalui
pendidikan kesehatn , antara lain :
1. Perawatan di
rumah tergantung pada penyebab obstruksi dan tipe pengobatan yang diberikan
selama di rumah sakit.
Non –
pembedahan
Perawatan perlu mengkaji kemampuan pasien untuk perawatan mandiri di rumah,
dan mengubah cara hidup yang baik bila terjadi fecal impaction.
Pembedahan
Kaji kemampuan pasien untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya,bila
terpasang colostomy permanen maka pasien diharapkan dapat menolong dirinya
sendiri dengan bantuan minimal dariorang lain.
2.Pemberian
Pendidikan kesehatan
Ingatkan pasien untuk segera datang ke rumah
sakit bila terdapat nyeri abdomen, distensi, nausea,
vomiting, konstipasi, atau fecal impaction (manula) agar dapat pertolonagn
segera. Serta pasien dan keluarga perlu mengubah cara hidup yang benar untuk
mencegah terjadinya obstruksi ulang.
untuk
mengkonsumsi mkan tinggi serat , rendah lemak, olah raga yang teratur, serta minum
air yang cukup jika tidak ada kontra indikasi.
Biasanya
doktermemberikan resep Laxative agar tetap mempertahankan pola eliminasi
yang teratur
Ajarkan pasien dan keluarga tentang prinsip –
prinsip perawatan luka, penggunan obat dan melakukan aktifitas yang
sesuai.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan :
a.Obstruksi usus dapat didefinisikan
sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat
yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita
ingin tetap hidup.
b.Adapun penyebab dari obstruksi
usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:
1. Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau
obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan
neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.
2. Fungsional : Muskulator usus
tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
2.
Saran
a. Untuk mahasiswa-mahasiswi
Semoga
dengan adanya tugas ini mahasiswa lebih giat lagi belajar.
b. Untuk dosen
Semoga dosen
tidak pernah bosan mengajari kami terutama pembuatam penyimpangan KDM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar